Ambon, TM.- DPRD Ambon menemukan fakta baru dalam sengketa lahan sebagian warga Tawiri, dan Lanud TNI-AU. Penerbitan Seritifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 06 Tahun 2010 milik TNI Angkatan Udara (AU), disebut cacat prosedural.
Rapat digelar Senin (18/10) antara Komisi I DPRD Kota Ambon dengan pihak BPN Kota Ambon. Kepala BPN Kota Ambon, Lucky Souhuwat hadir. DPRD juga menghadirkan warga dua Dusun di Negeri Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon.
Warga yang hadir, dari Dusun Wailawa dan Kampung Pisang. Dalam pertemuan itu, terungkap proses penertiban SHP itu, tidak sesuai prosedur. Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon.
Baca Juga:
Zeth Pormes, kepada Wartawan, usai rapat mengungkapkan, sesuai pengakuan Kepala BPN Kota Ambon, tidak ada proses awal. Seperti pengukuran, pengembalian batas, hingga pemberitahuan kepada Pemerintah Negeri, yang dilakukan oleh pihak TNI AU dalam berproses atas SHP.
“Lembaga ini siapa saja bisa datang, termasuk masyarakat Tawiri. Bagaimana kita bisa mendapat suatu keadilan, maka harus didudukan Undang-undang dan regulasinya. Dan terhadap setifikat AU, ketika itu dipertanyakan ke BPN mengenai prosedur lahirnya sertifikat 06/2010, harus ada pengusulan dan diketahui oleh Negeri setempat, dan itu tidak berjalan karena tidak dilakukan oleh AU.
“pengukuran dan pengembalian batas juga, kata Pormes, tidak diketahui oleh Negeri dan tidak ada pemberitahuan sama sekali hingga lahirnya SHP 06/2010. Jadi tidak sesuai prosedur,”tandas Pormes.
Dia mengatakan, telah diputuskan salam ralat ini, bahwa SHP ini harus dicabut, karena dianggap cacat. Dan ironisnya, sambung Pormes, luasan lahan 209 hektar yang tercantum dalam SHP milik AU itu, ternyata sudah sekitar 50 Rumah yang juga memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM).
“Dengan itu kita merekomendasikan SHP milik AU harus dicabut. Kasian masyarakat. Masyarakat berpikir, bagaimana kita sudah punya sertifikat bahkan SHM, tapi kemudian ada lagi SHP diatasnya,” kata Pormes.
Dia balik mengeritik BPN. Kata dia, BPN tidak beres memang secara kelembagaan. Hanya saja, Kepala BPN ini baru menjabat. Tapi setelah ditanyakan prosedurnya, ternyata semuanya tidak dilakukan oleh AU.
Lalu yang menjadi pertanyaan, kata dia, jika semua prosedur tidak jalan, lalu apa dasar lahirnya sertidikat 06 Tahun 2010 milik TNI AU itu.
Baca Juga:
Rekomendasi komisi I, yaitu meminta Pemerintah Kota melarang semua pihak, termasuk TNI AU untuk mengintimidasi masyarakat. Dan yang terpenting, TNI AU harus menahan diri, dan masyarakat juga harus menahan diri, selama persoalan ini masih berjalan.
“Kemudian, kita meminta BPN mencabut SHP 06 Tahun 2010 itu, karena bagaimana anda (BPN) menerbitkan sertifikat, yang anda (BPN) sendiri tidak pernah ukur,”tuturnya.
Diketahui, dalam Rapat Dengar Pendapat, pihak TNI AU tidak hadir. Kata Pormes, ada kesalahan teknis, karena staf Komisi I tidak memberikan surat kepada pihak AU.
Sementara menurut informasi, surat tersebit diambil oleh salah satu anggota DPRD, Riky Helaha. Dimana Helaha mengaku, akan mengantarkan surat undangan tersebut kepada pihak AU, namun ternyata tidak dilakukan. (TM-01)
Discussion about this post