Ambon, TM. – Kasus ilegal logging yang dilakukan oleh CV Sumber Berkat Mandiri (SBM) di hutan adat, Negeri Sabuai, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) kunjung tuntas. Bahkan, tersangka Imanuel Qudaresman Bos CV SBM itu telah bebas dari jeruji besi Rutan Polda Maluku.
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Maluku terlihat lalai. Mereka bahkan mengantungkan berkas Qudaresman dengan status tersangka hingga melewati 90 hari penyidikan sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 18 tahun 2013 Pasal 39 point a dan b.
Qudaresman tak tinggal diam. Melaihat statusnya yang dusandangnya lama ini, membuat ia bersuara. Melalui kuasa hukumnya, Ronaldo Manusiwa kepada wartawan menanyakan status kasus Qudaresman.
“Kita butuh keadilan atas kasus tersebut. Janji awal September 2020 sudah tahap II, ternyata belum. Jadi, kita butuh kepastian hukum atas diri klien kami yang sudah ditetapkan tersangka,” tandas Ronaldo.
Ia berharap penyidik lebih profesional dalam menangani kasus tersebut. Sehingga penantian kepastian hukum dari tersangka sendiri, dapat dirasakan dengan waktu cepat sebagaimana diatur dalam uandang-undang.
“Kalau kita lihat penyidik nga serius. Pasal 39 di point a dan b sendiri sudah jelas. Penyidik sudah melewati 60 hari dan ditambah lagi 30 hari juga sudag lewat. Kasusnya dauarsa. Tapi, kami hargai. Hanya saja kami butuh kepastian kasus ini dipercepat dan klien kami bisah hidup sama halnya dengan layaknya manusia bebas tanpa status yang mengganggunya lago, itu harapan kami,” sebut Ronaldo.
Sebelumnua, pihak Negeri Sabuai mendatangi Balai Gakkum Maluku. Mereka menyerahkan surat terkait dengan penanganan dugaan tindak pidana illegal logging yang dilakukan oleh CV Sumber Berkat Mandiri (SBM) di hutan adat.
Dalam surat yang juga diterima redaksi media ini, Ketua Saniri Negeri Sabuai, Nicko Ahwalam menyatakan, tindak pidana illegal loging yang diduga dilakukan oleh CV SBM di Hutan Petuanan Adat negeri Sabuai hingga kini belum diketahui perkembangannya.
Mewakili keseluruhan masyarakat adat Negeri Sabuai, Ahwalam memberikan apresiasi yang tinggi kepada pihak Gakum LHK Maluku yang telah menetapkan Komisaris utama CV.SBM sebagai tersangka pada tanggal 18 Maret 2020 lalu.
Namun diakuinya, ada beberapa hal yang ingin disampaikan sebagai respon kegelisahan masyarakat atas proses hukum Ilegal Loging CV.SBM.
Diantaranya, sejak penetapan komisaris utama CV.SBM, Imanuel Quedarusman alias Yongki ditetapkan sebagai tersangka dugaan ilegal loging dan dititipkan di rutan Polda Maluku, hingga hampir lima bulan berlalu, masyarakat Sabuai yang adalah korban tidak memperoleh informasi apapun, terkait tindak lanjut proses hukum.
Sejauh mana perkembangan penyidikan oleh Gakkum KLHK Maluku tidak diketahui oleh masyarakat sebagai pelapor. Padahal kasus ini diklasifikasikan sebagai bentuk tindakan perusakan hutan, sebagaimana di atur dalam UU nomor 18 Tahun 2013, tentang pencegehan dan pemeberantasan Pengrusakan Hutan.
Selain itu, juga berkaitan dengan percepatan penyelesaian perkara secara eksplisit yang ditegaskan dalam pasal 10 bahwa ” Perkara Perusakan Hutan Harus didahulukan dari perkaran lain untuk di ajukan ke sidang pengadilan guna Penyelesaian secapatnya “.
“Dengan demikian, kami menilai bahwa perkara tindak pidana ilegal loging CV.SBM di Hutan adat kami merupakan perkara penting dan genting untuk dilakukan penindakan secepat-cepatnya, dengan mengacu pada ketetentuan undang-undang yang berlaku,”ungkapnya.
Menyikapi kondisi tersebut, ketua saniri negeri mendesak agar proses hukum dugaan tindak pidana Ilegal loging CV.SBM di hutan adat Sabuai sesuai amanat UU no 18 tahun 2013 pasal 10 dan pasal 39 ayat 1,2, dan 3 dipercepat. Selain itu, juga melaporkan secara tranparan perkembangan proses hukumnya, agar dapat diketahui oleh publik, khususnya masyarakat adat Sabuai yang hutan adatnya dibabat dan dirusak oleh CV.SBM.
Masyarakat juga mendesak agar pihak Gakkum LHK membongkar keterlibatan pihak lain dalam skandal Ilegal loging di Hutan adat mereka.
Sekedar tahu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Wilayah Maluku Papua, Rabu (18/03/2020), akhirnya menetapkan Komisris PT SBM, Imanuel Quanandar sebagai tersangka pelaku illegal logging. Dia ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Maluku.
Barang bukti yang diamankan yaitu 1 unit alat berat loader merek Komatsu, 2 unit bulldozer merek Caterpillar, dan 25 batang kayu bulat gelondongan dengan berbagai jenis dan ukuran. Kayu gelondongan itu diduga hasil dari illegal logging CV. SBM, di Desa Sabuai, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku.
Penangkapan terhadap Imanuel Quanandar, berawal dari berita 26 warga yang diamankan dan 2 warga jadi tersangka oleh polisi saat melindungi hutan mereka.
“Sebetulnya itu adalah impact akibat dari terjadinya perambahan hutan di petuanan Negeri Sabuai. Itu merupakan rangkaian dan akarnya tidak dicari. Sehingga persoalan ini sampai ke Komnas HAM dan Ombudsman, sehingga Kementerian tahu dan meminta untuk diselidiki dan kita turunkan tim intelejen selama lima hari untuk under cover,” kata Yosep Nong, Kepala Seksi Wilayah II Ambon, Balai Gakkum Maluku Papua.
Dari hasil penyelidikan, Yosep mengakui ternyata perusahaan mendapat ijin untuk IPK perkebunan Pala dari 2018 atas nama gubernur, namun hingga saat ini tidak ditanam.
Perusahan ini juga memanfaatkan kayu diluar area IPK, sehingga sudah masuk ke HPT, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi yang dapat dikonversi.
Sebanyak 50 batang kayu gelondongan antara ukuran panjang 15 meter diameter 40-50 Cm dengan alat berat kata dia, sudah diamankan.
Diakuinya, tim yang terdiri dari 20 orang telah diturunkan untuk lakukan operasi tanggal 4 Maret 2020. Imanuel Quadarusman juga adalah orang berpengaruh, sehingga pihaknya cukup kewalahan.
Beberapa instansi dan DPRD bahkan sdah turun dan lakukan paripurna, tapi tidak ada tindaklanjut. Bahkan dari hasil paripurna di DPRD Provinsi, rekomendasinya IPK akan diperpanjang. Padahal IPK hanya bisa diperpanjang satu kali saja.
“Silahkan dikonfirmasi kenapa sampai bisa perpanjang dua kali,”ucapnya.
Penyidik juga kesulitan untuk memeriksa Quadarusman karena menolak dengan alasan akan bertemu dengan DPRD dan lain-lainnya.
“Makanya saya katakan, ini urusan hukum, bukan masalah politik. Setelah koordinasi dengan Polda, kita panggil ke kantor dan tetapkan sebagai tersangka, dan ditahan. Pengacaranya ajukan penangguhan penahanan. Tapi saya tolak, karena sangat bahaya,”tukasnya.
Yosep juga menyebutkan, alat berat milik perusahan dirusak karena masyarakat tidak puas dan merasa dirugikan. Dia juga menemukan mes kayu dijaga oleh tentara.
Penyidik akan menjerat YQ dengan Pasal 12 Huruf k Jo. Pasal 87 Ayat 1 Huruf 1 dan/atau Pasal 19 Huruf a Jo. Pasal 94 Ayat 1 Huruf a, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar.
Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK mengatakan, pemberantasan pengrusakan hutan khususnya illegal logging merupakan prioritas KLHK. Kejahatan ilegal logging di Maluku, Papua serta beberapa wilayah lainnya masih marak terjadi. Kami telah menindak 373 kasus illegal logging. Illegal logging tidak hanya merugikan negara, tapi juga mengancam keselamatan manusia, mengganggu kesimbangan alam.
Pelaku kejahatan seperti ini harus dihukum seberat-beratnya. Mereka harus ditindak tegas. Tidak boleh kita biarkan kejahatan seperti ini terus terjadi. Mencari keuntungan dengan cara merugikan negara, mengorbankan lingkungan serta keselamatan masyarakat adalah kejahatan yang luar biasa.
“Sudah sepantasnya mereka dihukum seberat-beratnya. Kami sangat serius dan tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan illegal logging,”tegas Rasio Sani. (TM-02)
Discussion about this post