Ambon, TM.- Carolina H.I Tapotubun, satu dari sekian banyak pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Tual. Usahanya ikut terkena dampak dari pandemi global Covid-19, di Indonesia.
Wanita berusia 50 tahun ini memiliki usaha kuliner cemilan khas Tual, Embal dibawah binaan PT Pertamina. Lina telah menekuni usaha kuliner embal sejak tahun 2016 dan berhasil mempekerjakan lima karyawan.
Kreatifitasnya untuk menciptakan embal dalam berbagai varian rasa, menyebabkan ibu lima anak ini sukses mengembangkan usahanya, melalui koperasi UKM Rejau.
Di tangan Lina, embal berbahan baku singkong berubah menjadi cemilan yang modern dan nikmat untuk dikonsumsi. Embal dengan varian rasa daun kelor, embal stick dan es krim embal, telah berhasil dipasarkan Lina hingga ke daerah lain, diantaranya Jayapura dan Masohi, Maluku.
Wanita pekerja keras ini juga telah mengantongi sertifikat halal dari MUI. Namun sayangnya, warga lingkungan Maria Madris, Kecamatan Kei Kecul ini mengeluh usahanya kini sedang lesu, karena minimya pembeli. Pembatasan aktivitas warga, menyebabkan wisatawan yang berkunjung ke Tual juga berkurang.
Biasanya selama ini embal menjadi salah satu ole-ole favorit yang dibeli oleh para wisatawan untuk dibawa pulang kedaerahnya.
Selain berkurangnya pembeli, Lina juga mengakui terkendala kemasan. Dia dan pengusaha sejenis lainnya di Kota Tual untuk sementara masih membeli kemasan di supermarket, dan sedang berusaha untuk melakukan pemesanan secara langsung.
Ditemui dirumah Produksinya Jumat 30 Oktober 2020, Lina mengaku sebelum masa pandemi Covid-19, dia mampu untuk memasarkan 80 hingga 100 bungkus embal dalam berbagai varian rasa dengan omset mencapai Rp 3 juta .
Dia mengaku berusaha untuk mempertahankan usahanya agar tetap jalan, ditengah kesulitan ekonomi. Tidak ingin terpuruk akibat pembatasan aktivitas warga oleh pemerintah, Lina melakukan langkah kreatif dengan memasarkan embal buatannya melalui online.
“Selain akibat dari pandemi Covid-19, saya sulit untuk pemasaran dan juga kesulitan untuk mendapatkan bahan baku. Untuk menghasilkan embal es krim rasa permen karet, saya kesulitan bahan baku, jadi hanya memproduksi embal es krim tasa strawbery dan coklat saja. Agar tidak gulung tikar, saya tawarkan lewat online ,”ucapnya.
Bahan dasar embal menurut Lina, adalah singkong beracun yang kemudian diolah sehingga bisa dikonsumsi dengan aman. Bahan baku didapatnya dari pasar, yang dipatok satu roda sebesar Rp 50 ribu. Singkong jenis ini kalau salah pengolahan, dapat menimbulkan kematian karena mengandung zat racun sianida yang cukup tinggi.
“Awal mula usahanya, tahun dari 2017, berangkat dari hobi ingin mencoba sesuatu hal baru, dan tahun 2016 dalam perhelatan Meti Kei, saya diberiikan kepercayaan oleh PKK untuk mengolah embal. Sebenarnya usaha ini didirikam tahun 2006 dengan koperasi, namun sempat mandek tahun 2015 dan baru dihidupkan kembali.,”tuturnya.
Lina mengaku terinspirasi dari ubi jalar yang bisa dibuat eskrim. Setelah dicoba untuk keluarga, inovasi embal rasa es krim ini menjadi vaforit keluarganya, yang kemudian terus dikmbangkan hingga dijual keberbagai daerah.
Dari keberhasilannya dalam mengembangkan varian rasa embal, Lina kemudian masuk dalam binaan Diperindag setempat.
Tidak berpuas diri, Lina terus berinovasi dan menciptakan berbagai varian rasa embal. Dia kemudian berhasil membuat varian steak embal dan kelor embal atau disingkat Kelem.
Ingin lebih memperbesar usahanya, Lina yang mendengar Pertamina membuka kemitraan dengan UMKM segera mendaftarkan diri, dan bekerjasama sejak tahun 2019. Dia juga berhasil mengantongi Izin Pangan Rumah Tangga tahun 2019.
“Namun kini, orderan semakin suliat, bisa satu minggu dua kali orderan, tapi setelah covid-19 satu bulan satu kali paling susah, sehingga dipasarkan media sosial,”keluhnya lagi.
Harapan Lina sama dengan pelaku industri rumah tangga lainnya, ingin agar pandemi Covid-19 segera berlalu, agar usaha mereka kembali bangkit.
“Saya hanya berharap agar wabah Covid-19 dapat berakhir, dan usaha kami kembali berjalan normal,”harapnya. (TM-01)
Discussion about this post