Ambon, TM.- Mau tidak mau, faktanya membuktikan demikian. Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Seram Bagian Timur (SBT) adalah biang kerok lambatnya penangan kasus kausi llegal logging hutan adat Negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat Kabupaten setempat. Faktanya, pengembalian berkas perkara oleh mereka ke penyidik tanpa disertakan petunjuk atau dalam bahasa hukumnya P19.
Penyidik kelolahan. Mereka kemudian terbuka ke publik melalui dairing zoom yang digelar mereka dengan menghadirkan maahsiswa serta masyarakat adat sabuai sebagai peserta Zoom, Selasa 2 Februari 2021. Tak taangguh-tangguh, balai Gakkum LHK Maluku membuka kedok Kejaksaan yang tidak serius dalam mempercepat penuntasan kasus yang menyeret Bos CV SBM, Imanuel Qudaresman Sejak Maret 2020 itu.
Dalam paparan Frando Bremer ketua Tim penyidik Gakkum LHK Maluku-Papua itu menyatakan, penyidik ingin kasus Sabuai segera tuntas. namun, tersendak di Kejaksaan Negeri (Kejari) Buru yang belum mau melaksanakan tahap II kasus Yongki itu.
“Selain kendala akibat Pandemi Covid-19, namun kita kordinasi terus dengan Jaksa. Mereka belum mau tahap II dengan alasan baranag bukti, tanpa adisertakan petunjuk atau P18,” tandas Frando dalam ruang Zoom itu.
Ia mengaku, terakit barang bukti yang dinyatakan hilang itu tidaklah benar. hanya saja, 50 potong kayu itu berpindah tempat namun tetap berada disektar TKP. “jadi kita mau kasus ini cepat tuntas, namun mau bagaimana. Tapi, kemarin kta sudah koordinasi lagi dengan Kasipidum (Kasdum Kejari SBT) dan katanya sementara berkordinasi dulu dengan Kejati Maluku,” terang Frando.
Sementara salaah satu penyidik laiinya dalam dairing itu menyebut, kasus ini diperhambat hanya oleh Kejaksaan. “Kita sudah kerja maksimal. Malaan tiga bulan kita laksanakan penyidikan, dan situasi lockdown akibat pandemi yanag panjang. Namun, kita kordinasi terus. tapi faktanya belum tahap II hingga saat ini,” tambah penyidik itu.
Sementara sikap tegas juga datang dari PPHLHK wilayah Maluku Papua, Adrianus Mossa. Menurut dia tanyakan kepada Kejari SBT, kenapa kasus demikian. Karena penyidik Gakkum telah maaksimal dalam melaksanakan trugasnya sebagai penyidik dalam perkara tersebut.
“Tanyakan ke Kejaksaan. Fandro itu anak buah saya dan dia sebagai ketua tim Penyidik. Kami sudaha maksimal, tanyakan ke Kejaksaan. Kita ingin kasus ini segera tuntas,” tegas dia dengan singkat.
Sebelumnya, tim yang terdiri dari 20 orang yang diturunkan melakukan operasi pada 4 Maret 2020. Instansi pemerintah dan DPRD Kabupaten SBT serta Provinsi Maluku sudah turun ke sana, bahkan juga melakukan paripurna. Tapi tindaklanjut tak lagi terdengar. Padahal hasil paripurna di DPRD Provinsi sebelumnya, ada rekomendasi IPK akan diperpanjang. Semenetara IPK hanya bisa diperpanjang satu kali saja.
Hasilnya, kasus ilegal lohing ini dinaikan status ke penyidikan oleh PPNS Kehutanan. Karena sarat pelanggaran itu, penyidik menjerat Imanuel Qudaresman sebagai tersangka, dengan melanggar Pasal 12 Huruf k Jo. Pasal 87 Ayat 1 Huruf 1 dan/atau Pasal 19 Huruf a Jo. Pasal 94 Ayat 1 Huruf a, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar.
Sebelumnya, Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK menegaskan, pemberantasan pengrusakan hutan khususnya illegal logging merupakan prioritas KLHK.
Kejahatan illegal logging di Maluku, Papua serta beberapa wilayah lainnya masih marak terjadi. “Kami telah menindak 373 kasus illegal logging. Illegal logging tidak hanya merugikan negara, tapi juga mengancam keselamatan manusia, mengganggu kesimbangan alam,” tegasnya.
Pelaku kejahatan seperti ini, lanjutnya, harus dihukum seberat-beratnya. Mereka harus ditindak tegas. Tidak boleh dibiarkan kejahatan seperti ini terus terjadi. Mencari keuntungan dengan cara merugikan negara, mengorbankan lingkungan serta keselamatan masyarakat adalah kejahatan yang luar biasa.
“Sudah sepantasnya mereka dihukum seberat-beratnya. Kami sangat serius dan tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan illegal logging,” kata Rasio Sani.
Diketahui, Bupati SBT Abdul Mukti Keliobas menerbitkan Iijin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) Tanaman Pala kepada CV. SBM. Celakanya, di lapangan perusahaan ini justru membabat kayu secara liar di hutan Sabuai.
Pihak CV. SBM mengklaim sudah punya Ijin lokasi, Ijin Usaha Perkebunan Budidaya Tanaman Pala, Ijin Pemanfaatan Kayu. Namun terbongkar dokumen ijin lingkungan perusahaan ini belum diproses Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku.
Eksploitasi hutan Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT sudah terjadi. Sebelumnya, IUP-B Tanaman Pala CV. SBM dikelaurkan oleh Bupati Kabupaten SBT, Abdul Mukti Keliobas.
Melalui IUP-B itu, dijadikan rujukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Maluku menyetujui Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) kepada CV. SBM, kemudian di SK-kan oleh Gubernur Provinsi Maluku. Surat Keputusan Bupati SBT Nomor 526/64 Tahun 2018 Tanggal 1 Februari 2018 tentang pemberian ijin lokasi untuk tanah seluas 1.183 hektar.
Rekomendasi Gubernur Maluku (Said Assagaff) Nomor 552-43 Tahun 2018 tanggal 13 Februari 2018, tentang kesesuaian lahan dengan rencana makro pembangunan perkebunan Provinsi Maluku kepada CV. SBM untuk melakukan investasi, dan rencana makro perkebunan pala di Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT.
Disusul Surat Keputusan Bupati SBT Nomor 151 Tahun 2018 tertanggal 8 Maret 2018 tentang pemberian Ijin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) di Desa Sabuai Kecamatan Siwalalat Kabupaten SBT dengan luas areal 1.183 hektar. IUP-B untuk usaha perkebunan tanaman pala.
Dua bulan berselang, karena ada kayu (pepohonan) di areal hutan Sabuai, maka dikeluarkan lagi Surat Keputusan Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Nomor 52.11/SK/DISHUT-MAL/459 Tanggal 25 April 2018 tentang persetujuan IPK Tahap I, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Nomor 522.11/SK/DISHUT-MAL/250/2018 Tanggal 30 April 2018, tentang Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK) dengan luas lahan 371 hektar.
Namun karena masalah ini diproses hukum, akhirnya Bupati SBT mencabut ijin CV. SBM. Meski begitu, Hutan Sabuai sudah dieksploitasi oleh perusahaan tersebut.
Sayangnya, hingga berita ini naik cetak berkas perkara tersangka Imanuel mengendap di meja PPNS. Bahkan dugaan keterlibatan oknum lain dalam kejahatan kehutanan di Sabuai itu, belum diungkap oleh PPNS. (TM-01)
Discussion about this post