Ambon, TM.- Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku akhirnya menetapkan Ferry Tanaya sebagai tersangka tertanggal 27 Januari 2021, meski proses gugatan perdatanya sedang berlangsung di Pengadilan Namlea, Kabupaten Pulau Buru. Kejaksaan tak main-main dengan cukong kayu di pulau Buru itu untuk menjeratnya.
Ferry terjerat kasus dugaan korupsi penjualan lahan Negara ke pihak PT PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara, guna pembangunan proyek PLTG di Namlea di tahun 2016. Objek gugatannya juga berkaitan dengan lahan seluas 6,4 hektar itu yang dikleim miliknya. Namun demikian, Ferry mengaku sikap Kejaksaan adalah cacat hukum saat menetapkannya sebagai tersangka.
Lewat kuasa hukumnya, Henri Lusikooy menyatakan, sikap Kejati Maluku dengan kewenangaanya itu telah mencidrai hukum yang berlaku di Indonesia, dalama rangkah menegakan keadilan ditengah masyarakat.
“Suatu kegaduhan. cacat hukum. Ada beberapa langkah yang akan kita lakukan. Tentu dalam membelah klien kami (Ferry) ada tim, pertama pak Herman Koedubun, Firel Sahetapy dan saya, dan mungkin langkah awal yang pasti kita akan melapor ke Kejaksaan Agng (kejagung),” tegas Henri kepada wartawan di Ambon, Rabu 3 Januari 2021.
Menurutnya, upaya melaporkan Kejati Maluku dalam hal ini penyidik yang melaksanakan rangkaian penyidikan atas kasus PLTG Namlea yang diduga merugikan keuangan negara hingga Rp. 6,1 miliar ke Kejagung itu, kaitannya dengan sikap penyidik yang menyampingkan Pasal 81 KHUPidana yang menyatakan, Penundaan penuntutan pidana berhubungan dengan adanya perselisihan prayudisial.
“Penetapan tersangka terhadap klien kami, merupakan satu kesalahan fatal dan menunjukan ketidak patuhan Kejati Maluku terhadap undang-undang. Untuk itu, pihaknya tetap melaporkan Kejati Maluku ke Kejagung,” ujar dia.
Ferry Tanya, kata Henri, telah mendaftarkan gugatan ke PN Namlea pada 22 Januari 2020 melawan pihak Pertanahan dan Kejati Maluku, terkait tanah yang dikatakan milik negara, sehingga Tanaya ditetapkan sebagai tersangka. Namun, sebelum itu, Ferry melalui kuasa hukumnya telah menyurat Kejati Maluku sebaga penggugat II untu memohon kasus tersebut segera di tangguhkan penuntutannya.
Gugatan Perbuatan melawan hukum (PMH) itu dilakukan, karen terdapat berbagai keganjalan dalam pengakuan pihak Kejati, bahwa tanah tersebut merupakan tanah negara, kegajalan terlihat pada perhitungan kerugian negara yang dilakukan tanpa ada buku aset, serta tidak ada keputusan pengadilan yang menyatakan tanah tersebut merupakan tanah negara.
“Karena ada sengketa kepemilkan, klien kami mengugat. Kenapa digugat? karena selain menyatakan tanah tersebut tanah negara, Kejati juga menyita surat tanah milik klien kami. Ini menunjukan secara sepihak tanah tersebut tanah negara. Padahal disidang praperadilan pertama, saksi ahli BPKP menyatakan, bahwa saat dia menghitung kerugian negara tidak ada buku aset negara, tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan tanah tersebut tanah negara dan kerugian negara hanya dihitung berdasarkan pendapat ahli. Sementara yang namanya pendapat ahli dia belum menimbulkan hak,” bebernya.
Ditanya, selain melaporkan Kejati ke Kejagung, langkah apalagi yang akan ditempuh terkait penetapan tersangka terhadap Tanaya, Lusikooy menegaskan, kemungkinan besar klien mereka akan kembali menempuh jalur pra peradilan. “Mungkin salah satunya praperadilan. Namun, sementara kita akan bicarakan di tim nantinya. Ketua tim kita kan pak Herman Koedoebun,” tutup Henri.
Kejaksaan tak berkomentar soal langkah Ferry. Namun, saat ini pnyidik terus bekerja untuk mempercepat proses Ferry Tanayaa dan Abdul Gafur Laitupa hingga ke mejah hijau. Hal ini terlihat pasca diumumkan Ferry dan Gafur sebagai tersangka, Selasa kemarin, penyidik langsung mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi.
“Benar hari ini ada pemeriksaan saksi dengan inisial M, pegawai BRI. Dia diperiksa oleh Penyidik YE Almahdaly sejak pukul 09.14 Wit hingga 11.30 WIT dengan puluhan pertanyaan. Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka FT dan AGL,” tulis Sammy dalam pesan Watshapnya, sore tadi.
Diketahui, Ferry ditetpkan sebagai tersangka oleh penyidik berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor B-212/Q.1/Fd.2/01/2021, tanggal 27 Januari 2021. Sementara, Abdul Gafur Laitupa juga ditetapkan tersangka, saat sebelumnya bersama Ferry bebas demi hukum atas kasus tersebut lewat jalur Praperadilan. Abdul Gaafur Laitupa ditetapakan berdasarkan Nomor B-213/Q.1/Fd.2/01/2021, tanggal 27 Januari 2021.
Sekdar tau, kasus PLTG Namlea tahun 2015 ini tengah dalam penyidikan Kejati Maluku. Audit kerugian keuangan Negara oleh BPKP Maluku juga dikantongi dengan nilai kerugian atas kasus tersebut senilai Rp. 6 miliar lebih.
Ferry Tanaya digadang orang yang bertanggung jawab atas penjulan lahan negara kepada PLN itu.
Ferry sendiri awalnya sudah tersangka, namun kembali bebas melalui praperadilan yang diajukan olehnya saat itu, dan hakim Rahmat Selang membebaskannya.
Jaksa tak tinggal diam. Sehari setelah vonis praperadilan itu, mereka menerbitkan SPRINDIK untuk kembali menyeret Ferry Tanaya.
Kepala Kejati Maluku, Rorogo Zega mengatakan, perbuatan pidana Ferry Tanaya dalam kasus penjualan lahan untuk pembangunan PLTMG di Namlea, itu ada. Hanya saja secara formil atau administrasi penyidikannya telah dibatalkan oleh putusan praperadilan.
“Tidak bermasalah, karena perbuatannya itu belum diputuskan pengadilan atau belum dipertimbangkan oleh pengadilan. Yang dipertimbangkan pengadilan adalah penyidikannya. Makanya putusannya membatalkan penetapan tersangka, perbuatan pidananya belum di apa-apain,” jelasnya.
Mantan Kepala Kejari Ambon ini mengungkapkan, Ferry Tanaya tidak memiliki rumah dan tanah di Pulau Buru. Hal ini diketahui setelah Kejati Maluku meminta BPN setempat melakukan tracing terhadap aset Tanaya di Buru.
“Kami sudah minta ke BPN untuk melakukan tracing aset terdakwa di Buru, dan tidak tercatat juga atas nama Ferry Tanaya, tidak ada. Dan sudah ada buktinya di kita. Bahwa Ferry Tanaya tidak punya rumah atau pun tanah di Buru itu,” beber Zega.(TM-01)
Discussion about this post