Ambon, AE.- Pengadilan Negeri Ambon kembali menggelar sidang lanjutan praperadilan yang di ajukan Ferry Tanaya, pasca ditetapkan sebagai tersangka kedua kalinya. Tersangka dalam kasus pengadaan lahan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga mesin gas 10MV tahun anggaran 2016 di Dusun Jiku Merasa, Desa Namlea, Kabupaten Buru.
Sidang lanjutan yang di pimpin oleh Adam Adha selaku hakim tunggal Kamis 25 Februari 2021 dilaksanakan dengan agenda mendengar keterangan ahli.
Tim pemohon (Ferry Tanaya) menghadirkan, Prof Dr. Said Karim dari Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar. Sementara, dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku selaku termohon praperadilan itu menghadirkan, Dr. Fahri Bacmid, SH.MH yang juga berprofesi sebagai seorang lawyer di Maluku.
Sidang pemeriksaan ahli ini dilakukan secara terpisah. Terlihat, Said Karim lebih awal. Ahli Hukum Pidana ini ini menyampaikan, penetapan pemohon, Ferry Tanaya sebagai tersangka untuk kedua kalinya tidak sah secara hukum.
Hal itu dikemukakan lantaran menurutnya penegak hukum yang benar harus mempedomi putusan MK Nomor 130 tertanggal 9 Januari 2016 terkait perluasan Praperadilan.
Dimana berdasarkan asas hukum Ne bis in idem penyidikan bisa saja dilakukan tetapi tidak dengan perkara yang sama.
“Asas hukum Ne bis in idem memang menyatakan oenyidikan bisa kembali dilakukn tetapi tidak dengan perkara yang sama yakni objek dan subjek yang sama,”jelas Karim saat mengemukakan pendapat ahli dala sidang lanjutan Praperadilan Ferry Tanaya, Kamis (25/2).
Dasar lain tidak sahnya penetapan tersangka Tanaya, lanjut Karim juga terlihat dari tidak diterimanya Surat Perintah Dimulainya Penyelidikan (SPDP) oleh pihak Tanaya.
Selain itu pasca penetapan Tanaya sebagai tersangka , penyidik tidak memangil yang bersangkutan untuk periksa dengan statusnya sebagai tersangka
“Untuk SPDP harus diberikan kepada pihak antara lain, terlapor dan tersangka. Perkembangannya harus mereka ketahui, karena ini berkaitan dengan HAM yang diatur dalam konstitusi, selanjutnya terkait tenggang waktu pemanggilan, penyidik harus mengatuhi Hukum acara yang wajar, yakni sekurang-kuranya 3 hari tersangka harus dipanggil, jika tidak maka berdasarkan konsukuensi hukumnya dapat dipandang sebagai cacat yuridis,”pungkasnya.
Sementara berkaitan dengan proses merehablitasi nama baaik pemohon atas amar putusan praperadilan sebelumnya adalah keharusan sebagaimana perintah hakim dalam putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. “ya, kalau pertanyaan termohon harus Pengadilan maka, itu sudah ada permintaan ke Pengadilan. karena, jaksa sifatnya eksekutor,” tutup dia.
Sementara, Ahli Hukum Tata Negara, Dr. Fhari Bacmid yang dihadirkan termohon (Jaksa), menyebutkan bahwa penetapan status tersangka kepada Ferry Tanaya untuk kedua kalinya sudah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.
“Proses penyidikan yang dilakukan terhadap tersangka Ferry Tanaya, menurut pendapat Saya telah sah dan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Saya mencoba melihat dari berbagai prespektif yang diatur dalam putusan MK atau Putusan 130 Tahun 2014 kemudian ada Putusan perkara nomor 21 tahun 2017 dan Perkara nomor 42 tahun 2015, semuanya itu kaidah kaidahnya sudah dipenuhi jaksa penuntut umum,”ungkap Bachmid dalam keterangannya dipersidangan.
Menurutnya putusan MK memberikan legitimasi untuk mentersangkan Tanaya kedua kalinya. “Bukan sesuatu yang aneh lagi sebenarnya kalau penetapan tersangka ini sudah melalui penyelidikan dan penyidikan yang cukup. Proses penyidikan dimulai dari tanggal 25 september 2020, kemudian penetapan tersangkanya 27 januari 2020, jadi penetapan tersangka saya kira penyidik telah menemukan alat bukti yang cukup,”pungkasnya.
Usai mendengegar keterangan ahli, majelis hakim menunda sidang hingga Jumat (26/2) dengan agenda pembacaan kesimpulan. (TM-01)
Discussion about this post