Ambon, TM. – Sebulan menjabat Direktur PDAM Kota Ambon, Rina Purmiasa membongkar sejumlah masalah disana. Mulai dari perusahaan ini kehilangan sekitar Rp. 400 juta lebih iuran per bulannya dari sekitar 8.000an Pelanggan di Kota Ambon.
Hal ini diungkap bertepatan dengan syukuran HUT PDAM Kota Ambon ke 42 Tahun, Kamis (1/9/2022). Kepada Wartawan, Rina mengungkapkan, dari 8.000 an Pelanggan PDAM, harusnya omzet yang diterima PDAM sebesar Rp1 miliar lebih per bulannya. Namun per 31 Agustus kemarin, PDAM hanya menerima sekitar Rp. 600 juta lebih, itupun terjadi peningkatan dari sebelumnya.
“Dari jumlah pelanggan 8.000-an, maka mestinya yang diperoleh sekitar Rp. 1.089.000.000, tapi per 31 Agustus kemarin, hanya sekitar Rp. 600 juta lebih,”ungkapnya.
Tidak hanya itu, illegal conection juga terjadi selama ini di lapangan. Kata dia, tindakan ini terindikasi masuk ranah tindak pidana yang dapat diproses hukum.
Namun dari sisi kemanusian, PDAM tidak akan melakukan itu. Kata Rina, jika Pelanggan-pelanggan illegal yang sebagiannya sudah terdeteksi itu, mau mendaftarkan diri secara resmi untuk pemasangan baru melalui program pengampunan bagi Pelanggan illegal.
“PDAM membuka ruang bagi Pelanggan-pelanggan illegal di Kota Ambon, untuk segera melakukan pemasangan secara resmi, melalui program Pengampunan Sambungan Illegal. Cukup membayar biaya adminsitrasi, dan kita tidak akan memproses mereka. Karena jika tidak mau, ini adalah tindakan illegal, maka resikonya adalah proses hukum,”tegasnya.
Selain dua persoalan itu, Rina juga mengaku, sekitar 40 persen Pelanggan PDAM yang menunggak. Secara nominal, itu cukup besar, namun aman dilakukan pendekatan, sehingga mereka bersedia membayar dengan cara mencicil.
“Persoalan lainnya adalah soal terjadinya kebocoran air sebesar 65 persen. Terkait dengan itu, kita menerapkan program Layanan PDAM Serbu. Dimana petugas PDAM akan turun ke titik bocor, dan memperbaikinya. Namun bagi Pelanggan illegal, itu yang sulit dideteksi. Sehingga dibutuhkan informasi dari masyarakat,”tururnya.
Dia menambahkan, terkait kebocoran 65 persen itu, dapat dlihat dari kapasitas produksi. Misalnya, kapasitas produksi air dari sumber yang harusnya 100, namun yang tersalur ke Pelanggan dalam bentuk rekening, hanya 35 persen. Itu artinya, 65 air itu, hilang di jalan.
“Bentuknya rupa-rupa. Secara nominalnya kita memang belum menghitung. Tapi kalau dilihat dari pendekatan kubikasi, artinya kalau kubikasi seluruh air yang keluar dari sumber produksi itu bisa sampai ke pelanggan, maka seharusnya kubikasi yang terbit dengan total kubikasi yang digunakan oleh Pelanggan, itu harus sama. Atau minimal kalau menurut ukuran standar perusahaan, itu maksimal 25 persen bocor. Ini 65 sudah terlalu jauh sehingga tidak rasional,”jelasnya.
Padahal, tambah dia, kondisi itu biasanya terjadi, jika adanya bencana banjir. Dimana terjadi genangan air dimana-mana. Karena itu, ada dugaan terjadinya illegal koneksi.
Dia berharap, dengan penutupan kebocoran dan adanya kesadaran masyarakat yang menyambung secara liar untuk melakukan pemasangan secara resmi, semuanya akan normal.
“Itu harapan kita. Jika tidak, saya sudah laporkan pa Walikota, kita akan proses hukum itu,”tandasnya. (TM-01)
Discussion about this post