Ambon, TM.- Mantan Kepala SMP Negeri 8 Leihitu, Sobo Makatita resmi divonis penjara selama lima (5) tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis 25 Maret 2021.
Selain pidana badan, Majelis Hakim yang diketuai Christina Tetelepta itu juga menghukum terdakwa untuk membayar denda senilai Rp.200 juta subsider tiga bulan kurungan.
“Terdakwa juga dibebankan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp.900 juta lebih. Apabila uang pengganti terdakwa tidak mampu mengembalikan dalam jangka waktu satu bulan terhitung putusan tersebut memiliki hukum tetap (incrah), maka harta benda terdakwa dirampas atau di lelang untuk menggantikan uang pengganti tersebut. Akan tetapi, jika terdakwa tidak mempunyai harta benda maka diganti dengan pidana subsider selama satu tahun penjara,” ungkap Ketua Majelis Hakim.
Menurut Hakim, perbuatan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dana BOS dan dana DAK pada sekolah tersebut dalam tahun 2013-2014.
“Perbuatan terdakwa terbukti melanggar pasal 3 junto pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor, atau UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999, tentang tipikor, junto pasal 64 ayat 1 ke 1 KUHPidana,” ujar majelis hakim dalam amar putusannya.
Untuk diketahui, putusan majelis hakim lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang sebelumnya menuntut terdakwa agar dipenjara selama 6 tahun. Terdakwa juga dibebankan membayar denda sebesar Rp.200 juta, subsider enam bulan kurungan penjara, serta menghukum terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp.900 juta lebih.
Di dalam dakwaan JPU, terdakwa mantan Kepala SMP Negeri 8 Leihitu melakukan tindak pidana korupsi dana BOS dan juga dana DAK pada sekolah tersebut.Atas perbuatan terdakwa, negara dirugikan sebesar Rp. 926.018.574.
Menurut JPU, terdakwa melakukan pembelanjaan hingga pengeluaran keuangan sendiri tanpa melibatkan komite sekolah dan panitia pembangunan sekolah.
Terdakwa secara sengaja memasukan kegiatan-kegiatan sesuai Rancangan Anggaran Belanja (RAB). Kegiatan tersebut ada yang benar dilaksanakan namun terdakwa tidak membayar. Ada juga item kegiatan yang pembelanjaanya tidak ada sama sekali.
Selain itu, ada beberapa item yang anggarannya sengaja dilebihkan alias mark up. Terdakwa juga membuat kwitansi dan nota belanja seolah-olah kegiatan tersebut dilaksanakan dan dibayar sesuai kegiatan, dan jumlah biaya yang tercantum di dalam RAB.
Terdakwa membuat laporan dengan lampiran bukti pengeluaran yang tidak sah dan lengkap. Dalam kurung waktu 2013 hingga 2014, SMP Negeri 8 Leihitu menerima dana DAK untuk rehabilitasi tiga kelas sebesar Rp. 365,5 juta, dana untuk pembangunan perpustakaan sebesar Rp. 227 juta, serta rehab tiga kelas sedang senilai Rp 189 juta.
Sementara uang dana BOS yang diterima dari tahun 2015 hingga 2017 berturut-turut senilai Rp. 198 juta, Rp. 200 juta, dan Rp. 179,4 juta.
Dalam dana BOS itu, ada sejumlah kegiatan fiktif yang dilakukan dengan selisih hingga Rp. 275 juta selama tiga tahun itu.
Sedangkan, SMPN 8 Leihitu juga menerima dana untuk sejumlah siswa miskin selama tiga tahun berturut-turut, sebesar Rp 86,65 juta untuk 163 siswa.
Uang itu diperuntukkan untuk pembelian buku, seragam hingga peralatan lainnya bahkan sumber untuk seragam dan buku berasal dari orang tua sebesar Rp. 250 ribu. SMP 8 Negeri Leihitu juga menerima dana bansos senilai Rp. 242.681.113. (TM-01)
Discussion about this post