Ambon, TM.- Proyek fiktif dengan dalil program survei untuk mengukur pelayanan pendidikan di Maluku sebesar Rp700 juta, diduga hanya dikelola Kepala Bagian Umum Dinas Pendidikan, Yuspi, dan Kepala Dinas Pendidikan Maluku, Insun Sangadji.
Selain itu, DPRD Maluku juga menemukan proyek ini tidak pernah ditenderkan. Padahal sesuai aturan dengan nilai diatas Rp300 juta, proyek harus ditenderkan, tidak bisa melalui penunjukan langsung.
Terkait hal ini, aktivis antikorupsi, Mahyuddin berharap Kejaksaan Tinggi Maluku atau Direktorat kriminal khusus Polda Maluku, bisa bergerak secara mandiri untuk melakukan penyelidikan atas temuan DPRD Maluku.
“Ini kan temuan dari lembaga resmi. Artinya, Kejati Maluku maupun Direktorat Kriminal Khusus Polda Maluku sudah mendapatkan data awal. Kejati maupun Krimsus bisa bekerjasama dengan DPRD untuk mengungkap kasus ini,” ungkap Mahyuddin.
Menurut dia, selain proyek Rp700 juta, juga soal uang makan minum SMA Siwalima sebesar Rp5 miliar yang dikelola tanpa tender. Bagi dia, ini kejahatan besar, dan sangat miris kalau kemudian tidak ditanggapi oleh aparat penegak hukum.
“Ini kasus luar biasa. Ada dana negara Rp5 miliar, tapi justru tidak ditenderkan. Berapa besar negara dirugikan dalam kasus ini. Karena itu, sangat miris kalau aparat penegak hukum tidak myenyelidikan kasus tersebut,” ungkap Mahyuddin.
Terkait hal ini, timesmaluku.com menemukan, bahwa tidak pernah ada tender atau dua perusahaan yang mendaftar, dan kemudian mengundurkan diri dalam pengelolaan uang makan minum bagi ratusan siswa SMA Siwalima.
“Tidak ada tender. Tidak ada dua perusahaan yang menarik diri dari tender, setelah mendaftarkan diri. Bagimana mau mendaftarkan, sementara tidak pernah tender. Lalu sudah dikelola sejak Januari 2024,” ungkap sumber ini.
Karena itu, Mahyuddin meminta dengan temuan-temuan kejahatan yang terjadi di Dinas Pendidikan Maluku, Kejati Maluku, maupun Ditreskrimsus Polda bisa langsung menindaklanjutinya dengan melakukan penyelidikan.(TM-02)
Discussion about this post