Ambon, TM.- Terduga korupsi yang kini berstatus terdakwa, Ferry Tanaya, siang tadi, Selasa (4/5/21) mulai menjalani sidang untuk mempertanggung jawabkan perbuatan korupsinya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon.
Sidang perdana tadi, diawali Majelis Hakim yang diketuai, Pasti Tarigan dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, Ahmad Atamimi. Atamimi, mendakwa Ferry Tanaya dengan dugaan melalukan penjualan lahan milik Negara yang berlokasi di Desa Sawa, Kabupaten Buru tahun 2016 kepada pihak PT PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara.
Penjualan lahan oleh terdakwa Ferry, bertujuan untuk membangun proyek strategis nasional yang namanya, PLTMG 10 MV Tahun Anggaran 2016. Proyek tersebut mangkrak hingga saat ini.
Berbedah dalam sidang tadi. Kehadiran Ferry dibalik layar virtual bukan didampingi Herman Koedoeboen, Firel Sahetapy, dan Henry Lusikooy sebagai pengacarnya, melainkan nama pengacara kondan asal Jakarta yakni, K.R.H. Henry Yosodiningrat.
Dengan batik berwarnah kuning coklat bertuliskan Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat), Henry yang populer itu turun gunung ke Ambon hanya untuk membelah Ferry Tanaya, sang terduga koruptor. Henry merupakan Ketua Umum Granat dan juga Politisi asal PDIP.
Atamimi dalam dakwaanya menyebut, terdakwa Ferry Tanaya didakwa melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) UU Tipikor tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana diubah dalam UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ke-1 KHUPidana.
Dimana, lahan seluas 48.645 meter persegi tidak memiliki hak menerima ganti rugi pada bidang tanah dikawasan tersebut, mengingat status tanah adalah tanah Erfpacht dengan pemegang hak almarhum Zadrach Wakano yang meninggal di tahun 1981.
Yang selanjutnya di tahun 1985 di buat transaksi oleh ahli waris dari Z Wakano kepada Ferry. Ketentuan UU tanah Erfpacht tidak bisa dipindah tangankan baik kepada ahli waris atau pihak lain.
Setelah pemegang hak meninggal maka selesai sudah, hak atas tanah itu dan dikembalikan haknya ke negera, karena yang berhak menkonfersi tanah tersebut hanya pemegang hak, tidak bisa dikonfersi oleh orang lain.
Faktanya, Ferry Tanaya justru menerima ganti rugi dari pihak PLN. Akibat dari perbuatan itu, Ferry Tanata diduga merugikan keuangan Negara senilai Rp. 6.081 miliar, sesuai hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Perwakilan (BPKP) Maluku.
Usai pembacaan dakwaan, Hakim kemudian memberikan ruang ke Pengacara Ferry. Henry yang bertubuh kekar itu dengan lantang mengaku keberatan dengan dakwaan Jaksa.
“Majelis yang muliah, terhadap dakwaan Jaksa, kita akan ajukan aksepsi (Keberatan),” tegas Henry, yang langsung di sungguhkan Ketua Majelis Hakim. Sidang kemudian ditundah hingga Selasa (11/5/21) dengan agenda pembacaan eksepsi oleh terdakwa.(TM-01)
Discussion about this post