AMBON, TM. – Menyambut musim kemarau, Tim Supervisi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (SPKHL) 2024 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) di Ambon, Kamis (3/10). Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Maluku.
Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim (Pustandpi), Krisdianto, dalam sambutannya menekankan pentingnya sinergi semua pihak dalam mencegah dan mengatasi Karhutla.
“Rakor ini menjadi momentum penting untuk menyatukan langkah dalam menghadapi potensi kebakaran hutan dan lahan di Maluku,” ujar Krisdianto.
Rakor ini merupakan tindak lanjut dari Keputusan Menteri LHK Nomor SK.849 tahun 2024 tentang Supervisi Pengendalian Karhutla.
Ia mengingatkan, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sebelumnya telah menimbulkan berbagai kerugian multidimensi.
“Kabut asap akibat Karhutla menyebar lintas provinsi dan negara, mengganggu aktivitas ekonomi dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, Rakor ini bertujuan untuk menyusun strategi efektif dalam mencegah dan mengendalikan Karhutla,” tambahnya.
Penurunan Karhutla 2023 dan Tantangan Baru
Krisdianto juga menyampaikan apresiasi terhadap penurunan kasus Karhutla di Indonesia pada 2023 sebesar 29,59% dibandingkan 2019, meski intensitas el-Nino 2023 lebih tinggi.
Namun, ia mengingatkan bahwa tahun 2023 menjadi tahun terpanas dengan kenaikan suhu rata-rata global sebesar 1,45°C dibandingkan era pra-industri. Kondisi ini memicu periode el-Nino yang lebih pendek namun berdampak pada musim Karhutla yang semakin panjang.
Berdasarkan data Kementerian LHK, hingga Juni 2024, beberapa provinsi mengalami Karhutla tertinggi, termasuk Kalimantan Timur (13.225 Ha), Nusa Tenggara Timur (7.173 Ha), Nusa Tenggara Barat (4.901 Ha), serta Maluku dengan 1.666 hektar lahan terbakar.
Krisdianto menegaskan, pengawasan dan kolaborasi antar pihak sangat penting untuk menekan risiko Karhutla di masa mendatang.
Fokus Pencegahan dan Penanganan di Maluku
Dalam Rakor ini, para peserta akan membahas tiga poin utama, yaitu identifikasi daerah rawan Karhutla, strategi pengendalian di wilayah kepulauan Maluku, serta penggunaan teknologi modifikasi cuaca.
Krisdianto berharap hasil Rakor ini dapat memberikan solusi konkret yang dapat diterapkan di lapangan.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Maluku, Sadali Ie, yang membuka Rakor tersebut, menyampaikan apresiasi atas upaya bersama ini.
“Karhutla membawa dampak buruk, termasuk kerusakan ekologi, menurunnya keanekaragaman hayati, serta gangguan kesehatan masyarakat akibat kabut asap,” ujarnya.
Sadali menekankan pentingnya kesiapsiagaan dan langkah preventif untuk meminimalkan potensi Karhutla di Maluku.
Data BMKG menunjukkan, selama periode Januari-Agustus 2024, terpantau 48 titik panas di Maluku dengan luas lahan terbakar mencapai 6.475 hektar.
“Menghadapi musim kemarau yang akan datang, kita harus lebih waspada, terutama karena lahan-lahan kering semakin mudah terbakar dan sumber air untuk pemadaman api semakin sulit diakses,” tambah Sadali.
Upaya pengendalian Karhutla di Maluku akan lebih difokuskan pada edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat melalui pendekatan persuasif, dengan melibatkan semua pihak dari tingkat pusat hingga daerah.(TM-01)
Discussion about this post