Ambon, TM.– Rencana pelaksanaan acara adat Pela Darah antara tiga negeri, yaitu Negeri Rumalait, Apisano, dan Akoon, yang dijadwalkan pada 20 Desember 2024 mendatang, memicu kontroversi.
Panitia acara dinilai telah melakukan perubahan pada tata letak tugu peringatan, yang dianggap tidak sesuai dengan aturan adat ketiga negeri tersebut.
Ferly Tahapary, tokoh adat dan keturunan dari Yohanis Tonci Samallo, menyampaikan bahwa beberapa keputusan panitia tidak menghormati sejarah dan adat istiadat yang berlaku.
Salah satu contohnya adalah pemindahan tugu yang semula direncanakan dibangun di Goty Moyang Yohanis Tonci Samallo, Dusun Rumalait, Negeri Tananahu, namun dialihkan ke area Kali Air Ulaloko tanpa konsultasi dengan ahli waris.
“Pemindahan lokasi tugu sebagai simbol persaudaraan tanpa persetujuan kami sebagai keturunan adalah tindakan yang merusak nilai adat. Tindakan ini juga dianggap sebagai pelanggaran hukum karena mengubah lokasi bersejarah yang memiliki nilai budaya tinggi,” tegas Ferly dalam keterangannya pada Minggu (27/10).
Menurutnya, ikatan adat antara Negeri Akoon di Pulau Nusalaut, Negeri Rumalait, dan Negeri Apisano di Pulau Seram merupakan amanah leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan.
Memindahkan tugu dari lokasi asli tanpa persetujuan dianggap bertentangan dengan nilai-nilai adat yang diwariskan sejak tahun 1883, serta melanggar kesepakatan Pela Darah pertama yang digelar pada tahun 1962.
Ferly juga menyayangkan bahwa dalam prosesi peletakan batu pertama untuk pembangunan tugu, pihak keluarga dan keturunan dari leluhur tidak dilibatkan.
Menurutnya, tindakan ini mencederai ikatan adat yang sudah berjalan selama puluhan tahun. “Kami, sebagai keturunan Moyang Niniolo dari Apisano, tidak diajak berdiskusi mengenai keputusan penting ini,” ujarnya.
Ia mengingatkan panitia, khususnya perwakilan dari Negeri Akoon, Negeri Tananahu, dan Negeri Rumalait, agar tidak melakukan tindakan sepihak yang bisa menghilangkan nilai historis dan sakralnya Pela Darah tiga negeri ini.
“Jika pemindahan ini tetap dipaksakan, kami akan membawa kasus ini ke ranah hukum demi melindungi hak adat dan sejarah kita,” tambahnya.
Ferly juga menekankan pentingnya menjaga integritas adat dan berharap agar Pemerintah Negeri Akoon dan Tananahu bersikap bijak dalam melihat situasi ini.
Ia menegaskan bahwa adat adalah warisan leluhur yang tidak boleh sembarangan diubah, agar tidak ada kesalahan yang diwariskan kepada generasi mendatang.
Seluruh pihak terkait, kata dia, untuk menghargai sejarah dan budaya tiga negeri ini, serta tidak melakukan tindakan yang dapat merusak tatanan adat.
“Saya tidak akan berkompromi dengan siapapun dalam urusan adat. Harap semua pihak yang terlibat memahami dan menghormati hak-hak adat ini,” tutup Ferly.(TM-01)
Discussion about this post