Ambon, TM.- Heronimus Walten alias Roni, pria berusia 49 tahun warga Kampung Baru, Desa Passo, Kecamatan Baguala, Ambon, akhirnya harus mendekam di balik jeruji besi selama 7 tahun.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon, yang diketuai Andi Adha menyatakan, Roni terbukti bersalah melanggar pasal 289 KUHP, karena melakukan tindakan asusila mencabuli calon menantunya sendiri berinisial W.S.
“Menyatakan terdakwa Heronimus Walten Alias Roni terbukti bersalah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap kesusilaan sesuai pasal 289 KUHP dan menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara,” ucap ketua majelis hakim dalam sidang dengan agenda putusan yang digelar di Pengadilan Negeri Ambon, jalan Sultan Chairun, Rabu, 7 April 2021.
Putusan majelis hakim ini lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lili Heluth yang menghendaki terdakwa divonis 8 tahun penjara.
Mendengar putusan tersebut, terdakwa yang didampingi Kuasa Hukumnya Penny Tupan menyatakan akan pikir-pikir.
Terungkap dalam persidangan, perbuatan cabul ini dilakukan terdakwa di rumahnya yang terletak di Kampung Baru, Desa Passo, Selasa 11 Agustus 2020, sekira pukul 02.00 Wit, di ruang tamu. Korban adalah calon isteri anak terdakwa berinisial F.W alias A.
Sebelum kejadian tidak senonoh itu terjadi, sehari sebelumnya pukul 12.00 Wit, terdakwa mengajak korban yang dalam kondisi hamil ke kebun. Ajakan itu didengar oleh saksi P.W yang akhirnya juga ikut ke kebun. Mereka pulang dari kebun pukul 19.00 Wit.
Setelah selesai mandi, terdakwa meminjam HP korban dengan alasan untuk menonton film bersama-sama dengan adik-adik diatas tikar. Korban juga diajak untuk ikut menonton. Karena keletihan, korban tertidur. Sekitar pukul 02.00 dini hari, korban terbangun dan melihat tambahan selembar tikar lainnya yang di atasnya terletak dua bantal.
Korban kemudian memijit betisnya yang pegal karena seharian berada di kebun. Melihat hal itu, terdakwa menawarkan diri dan memijat betis korban, sehingga tertidur. Korban terbangun ketika merasakan ada tangan yang menggerayangi badannya.
Saat membuka mata, ternyata terdakwa yang melakukan tindakan tersebut. Korban sempat memberontak dan melawan, namun terdakwa tetap memaksa. Merasa kewalahan karena dalam kondisi hamil, korban sempat berteriak namun tidak terdengar.
Setelah melakukan perbuatan tidak terpuji itu, terdakwa mengancam korban agar tidak memberitahukan kepada siapapun.
Keesokan paginya, korban menghubungi saksi PW yang merupakan adik terdakwa untuk menceritakan apa yang menimpa dirinya. Korban juga tidak pulang kembali ke rumah mertuanya, dan memilih tinggal di rumah PW. Kejadian itu juga disampaikan kepada calon suaminya. Pada 26 Agustus 2020, korban melapor secara resmi ke pihak kepolisian. (TM-01)
Discussion about this post