Ambon, TM.- Konflik sudara di Pelauw, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, yang terjadi sejak 12 Februari 2012 menyisahkan masalah. Masalah ini tak tuntas hingga kini. Soal pengungsi Pelauw di Rohomoni.
Sudah hampir 10 tahun warga Pelauw memilih mengungsi paska konflik itu. Kini mereka menuntut adanya solusi Pemerintah. Hari Ini, Kamis (9/12/2021), sekitar pukul 10.10 WIT, pengungsi melakukan aksi damai disekitar bundaran gong perdamaian dan juga Lapangan Merdeka Ambon.
Dalam aksi itu, ratusan Pengungsi juga membawa kertas yang bertulisan dan juga spanduk yang dicantumkan berbagai tuntutan mereka. Isinya terkait nasib mereka yang 10 Tahun belum dituntaskan oleh Pemerintah di Daerah.
Mereka juga meminta adanya intervensi Presiden RI dalam penyelesaian Pengungsi Pelauw tersebut. Dalam rilis yang diterima Timesmaluku.com, aksi ini dikoordinir oleh Pengurus Besar Angkatan Muda Hatuhaha Waelapia Pelauw, Erdy Rizal Tualepe.
Dia menyebut, negara dalam hal ini Pemerintah Daerah gagal.
Kata dia, 10 Tahun masyarakat pengungsi konflik pelauw berjuang mencari keadilan, dengan mendatangi semua pemangku kebijakan di daerah ini, mulai Gubernur Maluku, Bupati Maluku Tengah, DPRD Maluku, DPRD Maluku Tengah, Kapolda Maluku, Pangdam XVI/Pattimura.
Mereka juga sudah menemui Polresta Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease, Dandim 1504 Binaiya, bahkan masih banyak lagi langkah-langkah diplomasi yang sudah ditempuh oleh para pengungsi korban konflik Pelauw. Namun tidak satupun membuahkan hasil.
“Padahal jika dihubungkan dengan rentetan konflik yang terjadi pada beberapa wilayah di Kabupaten Maluku Tengah, seperti Hitu lama-Hitu Messing, Porto-Haria, Mamala-Morela, Seith-Negeri Lima, Pelauw-Kailolo, dan lainnya, dengan tanggap dan penuh
kepedulian Pemerintah Daerah Maluku dan Maluku Tengah serius menyelesaikan itu,”tuturnya.
Menurutnya, tidak ada inisiatif dan pro aktif dari Pemda Maluku Tengah dan Pemerintah Provinsi Maluku untuk segera memulangkan pengungsi ke tempat asalnya di Negeri Pelauw.
Dia mengatakan, apakah sikap diam dan penelantaran pengungsi oleh Pemkab Malteng ini adalah upaya pembiaran dan merawat konflik yang ada di Pelauw? Pasalnya, berbagai aksi telah dilakukan.
melakukan proses rekonsiliasi, kata dia, baik secara adat dan/atau sosial. Bahkan meminta DPRD Provinsi Maluku dapat mendorong Pemda Maluku Tengah untuk menjalankan tahapan pemulihan pasca konflik. Yakni rekonstruksi agar masyarakat pengungsi Pelauw bisa pulang dan membangun kembali rumah pribadi dan rumah adat yang terbakar akibat konflik social Pelauw 2012.
“Bahwa terkait penelantaran Negara dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah telah melakukan dua pelanggaran hak asasi manusia. Pertama act by commission san pelanggaran kedua adalah pembiaran atau act by omission,”ujarnya.
Dengan itu, pihaknya berharap persoalan Pengungsi dapat diselesaikan dengan arif dan bijaksana dengan mengedepankan rasa keadilan dan kemanusian. (TM-01)
Discussion about this post