Ambon, TM.- Penggunaan dana Covid-19 di Kota Ambon, dinilai bermasalah. Ada pembengkakan penggunaan anggaran ketika Pemerintah Kota Ambon melakukan recofusing. Anggarannya naik dari Rp51 miliar, menjadi Rp180 miliar.
“Realisasi anggaran refocusing yang katanya untuk penanganan covid-19, tercatat sebesar Rp. 180 miliar lebih. Sementata sesuai kesepakatan tim covid dengan lembaga ini, hanya sekitar Rp. 51 miliar,” kata Ketua Fraksi PKB, Ari Sahertian, kepada Wartawan, Kamis (3/8/2021).
Fraksi PKB, dan Fraksi Perindo memilih Walk-Out dari Paripurna penyampaian Kata Akhir Fraksi-fraksi DPRD Kota Ambon, terhadap Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah Kota Ambon, tentang Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Ambon TA 2020 untuk ditetapkan menjadi Perda Kota Ambon.
Baca: Paripurna DPRD Kota Ambon Ribut
Dua fraksi ini menolak LPJ APBD TA 2020, karena tidak sesuai dengan realisasi atau fakta di lapangan. Kata Sahertian, terjadi lonjakan penggunaan anggaran penanganan Covid-19, tanpa ada kesepakatan. Sudah begitu, tidak ada transparansi soal penggunaannya.
Selain anggaran penanganan Covid-19, ada juga soal hutang. Sesuai data awal yang diterima, sisa tunggakan sebesar Rp29 miliar. Setelah dikroscek lagi, ternyata ada Rp. 155 miliar hutang kepada pihak ke 3 yang masih jadi tunggakan.
“Berulang kali kita sampaikan agar dokumen anggaran itu diberikan satu minggu sebelum masuk pembahasan, tapi tidak digubris. Malahan satu jam sebelumnya baru dokumen diserahkan ke kita. Dengan data yang begitu banyak, kita tentu tidak bisa menganalisa dalam waktu yang singkat itu. Persoalan ini disampaikan ke pimpinan, tapi nyatanya, pimpinan tidak mendukung seluruhnya kebijakan anggota DPRD,”ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Perindo, Ode Rawidin mengatakan, apa yang dianggap tidak rasional itu, telah disampaikan ke Sekot dalam rapat Banggar. Namun tidak menjadi perhatian agar persoalan anggaran ini dibuka.
Anggota Fraksi Perindo lainnya, Patrick Moenandar, mengatakan penggunaan anggaran refocusing untuk penanganan covid-19, tidak diuraikan secara terpirinci. Itu yang menjadi alasan penolakan Perindo.
Baca: Rumah Sakit Kosong, Ambon ke Zona Orange
Penegasan penolakan LPJ APBD 2020 juga disampaikan Hary Putra Far Far (Perindo), karena beranggapan, bahwa proses pembahasan LPJ itu, improsedural. Karena DIM dari Banggar, diserahkan tanpa melalui DIM dari fraksi dan komisi, padahal mekanisme itu diatur dalam Tatip.
“Berikutnya soal pertanggungjawaban anggaran covid. Terutama dari anggaran refocusing, dimana tujuan awal dari revocusing adalah untuk pemulihan ekonomi, jaminan sosial, dan jaminan kesehatan. Tapi ini tidak dimaknai satupun, karena dalam penjabaran, tidak menyentuh semuanya pada masyarakat,”cetusnya.
Kemudian lanjut Hary, terkait rekomendasi BPK, bahwa sesuai amanat UUD, rekomendasi BPK itu harus diserahkan ke DPRD, namun sampai tiga tahun ini, itu tidak pernah dikantongi DPRD. “Ini menunjukan ada ketidak transparansi pimpinan DPRD, ada apa,”ujar Hary. (TM-01)
Discussion about this post