Ambon, TM.- Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Malteng menuntut tiga terdakwa dugaan korupsi dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) Karlutukara, Kabupaten Maluku Tengah dengan pidana penjara masing-masing empat (4) tahun.
Selain pidana badan, Eks Raja Negeri Karlutukara, Matheos Erbabley bersama bendahara Theo Hengky Aliputy serta sekertaris negari Hengky Rumawagtine juga dihukum membayar denda sebesar Rp. 50 juta subsider satu bulan penjara.
“Membebankan kepada terdakwa masing-masing untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 215 juta subsider 6 bulan kurungan,” ungkap Jaksa Penuntut, Asmin Hamjah saat membacakan amar tuntutanya dalam sidang yang berlangsung, Selasa 6 April 2021.
Dalam sidang virtual yang dipimpin majelis Hakim yang diketuai, Felix Uwisan ini, Asmin menyebut perbuatan ketiga terdakwa telah memperkaya diri sendiri menggunakan uang negara sebesar Rp. 215 juta.
“Ketiga terdakwa dinilai terbukti melanggar pasal pasal 2 dan pasal 3 jo Pasal 18 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana,” tegas Kasipidsus Kejari Malteng itu.
Usai pembacaan tuntutan , sidang langsung ditunda hinggah pekan depan, Selasa 13 April 2021 dengan agenda pembacaan pembelaan oleh ketiga terdakwa.
Dalam dakwaan jaksa menyebutkan, pada pertengahan bulan Juni sekitar tahun 2015, Karlutukaara mendapatkan DD sebesar Rp 271 juta dan ADD Rp. 87,7 juta. Totalnyasenilai Rp. 360 juta.
Selanjutnya pada tahun 2016, Karlutukara mendapatkan DD sebesar Rp 608 juta dan ADD sebesar Rp 102 juta. Totalnya Rp. 711 juta. Uang itu dicairkan secara bertahap.
Pada tahun 2015 uang dicairkan sebanyak tiga tahap. Tahap pertama sebesar 40%, tahap kedua 40%, dan tahap ketiga sebesar 20%. Sedangkan pada tahun 2016, penyaluran DD dilakukan dua tahap yakni tahap pertama 60% dan tahap kedua 40%.
“Terdakwa Matheos secara sepihak mencairkan dana desa, tanpa melibatkan badan saniri negeri. Padahal dana desa harus dilakukan sesuai dengan permusyawaratan,” beber jaksa sebelumnya.
Hal itu diketahui, karena pada tahun 2015 dan 2016 tidak ada berita acara musyawarah antara pejabat pemerintahan negeri dan perangkat saniri negeri Karlutukara, Kecamatan Seram Utara Barat.
“Alasan para terdakwa karena mereka belum percaya kepada kepala seksi dari masing-masing bidang untuk mengelola anggaran DD. Sehingga hanya bendahara dan sekretaris yang diperintahkan untuk mengelola dana tersebut untuk dibelanjakan mata kegiatan,” ujar jaksa.
Para terdakwa memiliki uang yang bersumber dari DD dan mereka tidak mencatat dalam buku kas umum dan buku kas pembantu. Juga tidak ada bukti penyerahan uang tersebut, karena mereka belum mengetahui terkait administrasi keuangan negeri.
Berdasarkan hasil audit dari BPKP Maluku, kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus tersebut senilai Rp. 215 juta.
Selain itu, tidak ada bukti realisasi penggunaan anggaran dana desa dan alokasi dana desa, yang mana tidak sesuai dengan pihak-pihak penerima kegiatan atau belanja barang sebagaimana tertuang dalam rancangan anggaran belanja (RAB), sehingga terjadi penggelembungan harga barang. ()
Discussion about this post