Ambon, TM.- Alokasi Gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) jajaran Pemerintah Kota Ambon ikut menguras APBD Kota Ambon lebih dari 30 persen. Ini belum termasuk alokasi dana 1.063 diantaranya adalah Tenaga Honorer/Kontrak.
Pembayaran 30 persen ini masuk dalam Belanja pegawai triwulan I Tahun 2022. Diketahui, jumlah ASN ditambah Tenaga Honorer/Kontrak di Pemkot Ambon, mencapai 5.869 ribu.
Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat Komisi II DPRD Kota Ambon bersama BKD Kota Ambon, di Ruang Komisi II, Selasa (7/6/2022) dengan agenda evaluasi penyerapan APBD Triwulan I Tahun 2022.
Ketua Komisi II DPRD Kota Ambon, Kristianto Laturiuw mengatakan, khusus untuk pembayaran gaji ASN maupun honorer/kontrak dijajaran Pemerintah Kota Ambon untuk triwulan pertama Tahun 2022, sudah mencapai hampir 40 persen atau lebih dari 30 persen.
“Kita fokus pada jumlah ASN di Kota Ambon. Karena dalam postur APBD kita, belanja pegawai sudah lebih dari 30 persen atau mencapai hampir 40 persen dari total APBD. ini sangat berdampak pada pengelolaan APBD kita, karena besaran APBD kita hampir 40 persen habis untuk gaji ASN,” terangnya.
Dia juga mengatakan, sesuai data Mei 2022, tercatat ada 4.806 ASN, ditambah 1.063 Tenaga Kontrak/Honorer. Dimana untuk Tenaga Honorer, per Tanggal 31 Mei 2022 kemarin, terdapat surat dari Kemendagri dan Menpan ARD, yang menyatakan, bahwa untuk 2023, tidak lagi ada Honorer/Kontrak dijajaran Pemkot Ambon.
“Saat ini masih menunggu Juknis soal kuotanya. Jangan sampai pengalaman di 2020-2021 terulang lagi tentang honorer. Dimana dari kuota 262, itu tanpa diketahui tiba-tiba sudah diambil alih oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Dan Kota hanya punya kuota 9,” sebut dia.
“Bisa dibayangkan, jika hal itu kembali terjadi. Dari 262 kuota yang ada, Ambon hanya kebagian 9. Dan itu tentu sangat berdampak terhadap persoalan kepegawaian di Kota Ambon nantinya,” tambah Laturiuw.
Sebagai mitra, pihaknya meminta data rutin setiap bulan tentang komposisi data kepegawaian Pemkot Ambon. Hal ini agar ada kesamaan data ASN dengan belanja gaji ASN itu sendiri.
“Karena belum tentu juga ada kesamaan tentang jumlah pegawai dengan besaran belanja gajinya. Karena secara administratif bisa saja tercatat sebagai pegawai, tetapi gajinya masih berasal dari Kabupaten lain,”katanya.
Menurut dia, jika perbedaan itu bisa dijelaskan secara rasional, maka tidak ada masalah. “Jangan sampai dari Keuangan mengeluarkan belanja gaji sekian orang, tapi dari kepegawaian menyodorkan data ke kita justru berbeda dengan keuangan. Ini yang tidak perlu dijadikan masalah jika itu bisa dijelaskan nantinya,” tandasnya. (TM-01)
Discussion about this post