Ambon, TM.- Ferry Tanaya yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) 10 MW Tahun 2016 Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kecamatan Namlea, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku, menyampaikan curahan hatinya. Dia hanya ingin mencari keadilan hukum lewat berbagai upaya yang telah dilakukan.
Dalam tulisannya yang diterima media ini usai penahanan, Fery merasa adanya over kriminalisasi dalam perkara yang menjerat dirinya oleh oknum penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
“Saya merasa sebagai korban kediktatoran dan kriminalisasi, karena menggunakan hukum untuk mengubah dan memaksa perbuatan yang bukan pidana menjadi perbuatan pidana,”keluhnya.
Fery menyebutkan merasa sangat dirugikan dalam kasus ini. Bukan hanya materi berupa uang yang dikeluarkan untuk membeli lahan dari pemilik sebelumnya, namun kini harus mendekam di penjara karena dituduh menjual lahan negara kepada pihak PLN.
Pengusaha kayu ini juga melihat, penyidik telah merekayasa keputusan Presiden RI nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat.
Menurutnya, pasal 1 ayat (1) berbunyi tentang Tanah hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai asal konversi Barat yang jangka waktunya akan berakhir selambat-lambatnya pada tanggal 24 September 1980, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, pada saat berakhinya hak yang bersangkutan menjadi tanah yang dkuasai oleh negara.
Rekayasa ini kata Fery, adalah karena penyidik Kejati Maluku telah mengubah maknanya menjadi Tanah Milik Negara, padahal arti sebenamya dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah bukan tanah milik negara. Arti sebenarnya adalah tanah yang belum dilekati hak atau disebut tanah negara.
“Tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah Tanah Negara sebagaimana Pasal 1 butir 2 Peraturan Menteri Agraria / Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan,”jelasnya.
Tanah Negara kata dia adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah sebagaimana Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
“Kata dikuasai oleh Negara bukanlah dimiliki oleh negara, Sebagaimana Undang- Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-dasar Pokok Agraria, dalam Penjelasan umum Angka Romawi II bagian (2) dijelaskan bahwa dikuasai dalam pasal tersebut bukanlah berati dimiliki,”ungkapnya.
Fery juga menambahkan, penyidik berupaya agar dirinya tidak berhak menerima ganti rugi atas tanah, yang menurut mereka adalah aset milik Negara. Padahal sama sekali secara fakta, tanah tersebut belum menjadi aset milik negara, karena belum tercatat sebagai aset milik negara bahkan disertifikatkan, atau hak pakai dan hak pengelolaan atas nama Pemerintah RI, Pemerintah Daerah maupun BUMN yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional.
“Sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, Pasal 49 ayat (1) yang berbunyi “Barang Milik Negara/Daerah yang berupa tanah yang dikuasai pemerintah pusat / daerah harus disertifikatkan atas nama pemerintah Republik Indonesia / Pemerintah Daerah yang bersangkutan,”jelasnya lagi.
Merekayasa agar dirinya tidak berhak menerima ganti rugi pengadaan tanah kata Fery merupakan kebohongan besar yang dibuat-buat penyidik.
“Penyidik menjadikan saya seorang swasta selaku tersangka, padahal saya bukan petugas negara yang memiliki kewenangan. Saya disangkakan pasal 55 KUHPidana karena turut membantu, sedangkan PLN tidak bersalah. Pelaku perkara pokok dalam hal ini pihak PLN tidak terbukti melakukan kejahatan korupsi dalam proses pembayaran kepada saya,”ujarnya.
Menyikapi hal itu, Fery menyatakan masih akan mencari keadilan bagi dirinya lewat kasus perdata.
“Saya masih mencari keadilan lewat sidang perdata, untuk mengetahui persis status dari lahan tersebut. Hanya ini yang bisa saya lakukan untuk memperjuangkan hak-hak saya. Proses hukum yang dilakukan Kejati Maluku sangat saya hargai, tapi saya juga memiliki hak untuk memperoleh keadilan dalam proses hukum,”tukasnya.(TM-02)
Discussion about this post