AMBON, –
Otoritas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku mulai ngebut. Sehari sebelumnya, mereka senang dan bahagia atas putusan Hakim Adam yang menolak permohonan Ferry Tanaya dalam sidang praperadilan Senin, 1 Maret 2021, kemarin.
Ferry Tanya dengan status tersangka dalam kasus pengadaan lahan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga mesin gas 10MV tahun anggaran 2016 di Dusun Jiku Merasa Desa Namlea Kabupaten Buru itu mulai dijadwalkan pemeriksaan. Ferry akan diperiksa sebagai tersangka pasca ditetapkan 27 Februari 2021 lalu.
“Setelah putusan sidang pra peradilan Penyidik mengagendakan untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka. FT dan AGL (Abdul Gafur Laitupa),” ungkap Kasipenkum dan Humas Kejati Maluku, Sammy Sapulette, Selasa 2 Maret 2021.
Sammy yang diwawancara Via seluler ini, saat disinggung terkait, peluang Ferry Tanaya yang biasa disebut cukong tanah di Pulau Buru itu akan ditahan, Sammy enggan berkomentar. Namun, tegas dia, pasca putusan Praperadilan itu, Ferry akan dipanggil dan diperiksa sebagai tersangka.
“Jadwalnya kapan, nanti disampaikan. Yang pasti secepatnya setelah putusan Praperadilan kemarin. Soal penahanan, itu kewenangan penyidik. Ikuti saja,” sebut Sammy singkat.
Sebelumnya, keinginan Ferry Tanaya untuk bebas dari jeratan hukum Kejaksaan Tinggi Maluku akhirnya pupus. Ferry keok. Usahanya, untuk bebas kedua kalinya itu ditolak oleh Hakim Tunggal, Adam Idha dalam sidang praperadilan yang berlangsung di Pengadilan Topikor Ambon, Senin 1 Maret 2021.
Dalam sidang praperadilan itu, cukong tanah ini bertindak sebagai Pemohon melawan Kejati Maluku selaku termohon praperadilan, atas sah dan tidaknya penetapan yang bersangkutan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan lahan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga mesin gas 10MV tahun anggaran 2016 di Dusun Jiku Merasa Desa Namlea Kabupaten Buru oleh termohon.
Keinginan Ferry itu sial. Kata Hakim Adam, permohonan yang diajukan pemohon (Ferry Tanaya) tidak beralasan hukum dan patut ditolak permohonannya. Sehingga, kekelahan Ferry ini menujukan ekspresi bahagia yang ditunjukan oleh pemohon. Merek terlihata senang dengan putusan Hakim Adam.
Ahmad Atamimi cs senyum, dengan muka yang berseri-seri dengan menyebut ke awak media nanti ke Kasipenkum dan Humas Kejati Maluku.
“Nanti ya, ke Kasipenkum,” sebut Jaksa Gunawan yang keluar dengan muka penuh senyum dari dalam ruang sidang, usai sidang itu.
Menarikanya, putusan praperadilan yang menolak secara keselurihan permohonan pemohon praperadilan itu ditanggapi santai oleh pihal Pemohon melalui tim hukumnya. Mereka mengaku, menghormati putusan hakim, meski terjadi perbedaan pendapat dengan hakim.
“Inti putusan itu menolak, dan kami menghormati putusan hakim meski kita berbedah pendapat,” sebut Herman Koedoboen selaku ketua tim hukum Ferry Tanaya.
Ia mengaku, mulai dari alat bukti nota dinas yang diakui termohon sebagai SPDP, dan pertimbangan hakim tetaang merehabilitasi nama baik bukan masuk dalam ranah praperadilan yang patut dijalankan berdasarkan amar putusan sebelumnya, bagi pihaknya adalah keliru. Meski demikian ia menghormati.
“Untuk langkah kedepan, nanti kita lihat ya. Soal nantinya Ferry dipanggil dan diperiksa sebagai tersangka, lalu ditahan sesuai pertanyaan ya, itu kewenangan mereka,” tandas Koedoboen sembari menyebut “kita tetap menghormati putusan hakim meski kita berbeda pendapat,” tambah Herman.
Sementara dalam rilis Kejati Maluku yang diterima media ini menyebut, bangga dengan putusan Hakim tunggal AAda Idha. dalam amar putusan praperadilan itu hakim menolak secara keseluruhan permohonan yang diajukan oleh Fery Tanaya berserta Kuasa Hukumnya, Herman Koedoeboen Cs.
“Tentu kamai menghormati putusan hakim dan patut kami berterimaksih, karena telah memutuskan perkara tersebut dengan berdasar hukum. Inti putusan itu adalah, menolak permohonan Praperadilan Pemohon dan Membebankan biaya perkara kepada Pemohon yang jumlahnya nihil,” ungkap Kasipenkum dan Humas Kejati Maluku, Sammy Sapulette dalam rilisnya.
Ia mengatakan, pada sidang sebelumnya, Ahli yang diajukan oleh Kuasa Pemohonya itu, Prof. Dr. Said Karim yang merupakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasannudin Makassar, Kejati Maluku sebagai Termohon bertindak tidak tanggung-tanggung denganmenghadirkan dua orang pakarhukum yaitu, Dr. Reimon Supusepa Dosen Fakultas Hukum, Universitas Pattimura dan Dr. Fahri Bachmid Dosen tetap Hukum Tata Negara, Pakar Hukum Tata Negara dan Ahli Konstitusi Fakultas Hukum UMI, Makassar.
Dari jalannya persidangan praperadilan, kedua pakarhukum yang diajukan termohon berhasil dengan sukses mematahkan semua dalil dan pendapat Ahli Pemohon Prof. Dr. Said Karim. Beberapa point penting yang dapat dicatat terkait dengan permohonan yang sering dan banyak diajukan oleh Tersangka melalui mekanisme praperadilanya, dalam perkara praperadilan tidak dikenal asas ne bis in idem berdasarkan:
Pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor: 21/PUU-XII/2014. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor: 42/PUU-XV/2017 yang menolak permohonan dari Pemohon Anthony Chandra Kartawiria dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor: 4 Tahun 2016.
Karena dalam praperadilan hanya memeriksa tentang manajemen administrasi penanganan perkara dan tidak memeriksa pokok perkara
Sementara Penyampaian SPDP, sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 130/PUU-XII/2015 tanggal 11 Januari 2017 yang mewajibkan Penyidik menyampaikan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) harihanya diperuntukan bagi perkara klachtdelict, tidak diperuntukkan bagi tindak pidana yang dikategorikan sebagai extra ordinary crime.
Secara filosofis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XII/2015 tanggal 11 Januari 2017 tidak dimaksudkan untuk memberikan SPDP kepada Tersangka dugaan Tindak Pidana Korupsi dengan berbagai konsekwensi teknis maupun yuridis, hal tersebut dapat dicermati dengan melakukan penafsiran secara sistematis terhadap ketentuan norma /pasal yang diuji.
Penerapan ketentuan Pasal 109 ayat (1) KUHAP harus disikapi secara bijak dan proporsional. Esensi diberitahukannya SPDP kepada terlapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) KUHAP adalah untuk memberi kesempatan kepada terlapor untuk mempersiapkan bahan-bahan pembelaan dan juga dapat menunjuk penasihat hukum untuk mendampinginya, yang mana terkait dengan hal tersebut, seorang terlapor tetap dapat menggunakan hak-haknya tersebut, meskipun tanpa adanya pemberitahuan SPDP.(TM-01)
Discussion about this post