Ambon, TM. – Adegan VWS dan JP yang berbau pornografi, kemudian ditayangin langsung atau dipublikasikan, adalah tindak pidana murni. Alasan video tidak dikomersilkan atau pelaku akan dinikahkan, juga tidak bisa menghapus unsur pidana.
Hal ini disampaikan Direktur Lambaga Bantuan Hukum Pemuda Muhammadiyah Maluku, Abdul Gafur Rettob, dalam rilisnya kepada Timesmaluku.com, Kamis (18/11/2021). Kata dia, video porno itu, bukan tindak pidana aduan, sehingga tidak dapat diterapkan konsep penyelesaian kasus secara restoratif justice.
Menurut dia, dalam Pasal 1 angka 27 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, keadilan restoratif, adalah penyelesaian kasus pidana yang melibatkan Pelaku, Korban dan/atau keluarganya, serta pihak terkait, dengan tujuan agar tercapai keadilan bagi seluruh pihak.
“Karena itu, yang menjadi korban dalam kasus ini adalah masyarakat dan bukan para pihak. Karena perbuatan pelaku yang dengan sengaja menyeberkan video porno serta kelalaian kedua Pelaku dalam melakukan adegan vidie poernografi tersebut, telah menyebebkan diketahui oleh masyarakat banyak,” kata dia.
Karena itu, lanjut Rettob, jika tindak pidana yang dilakukan ialah menyangkut tindak pidana aduan, atau suatu tindak pidana yang pelakukan anak dibawah umur, maka sah-sah saja untuk dikedepankan upaya hukum secara restoratif justice (non litigasi).
Menurutnya, kedua Pelaku yang melakukan perbuatan asusila tersebut, dianggap sudah dewasa dan mampu untuk dimintakan pertanggungjawaban pidana. Mengingat perbuatan tersebut telah diancaman dengan ancaman pidana diatas lima tahun. Sehingga kedua pelaku tetap harus diproses hukum sesuai aturan hukum yang berlaku.
Adapun ancama pidana terhadap para pelaku, kata dia, telah diatur dalam Pasal 27 (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Pasal itu, menegaskan “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Selain itu, kata dia, perbuatan tersebut juga diancam pidana dalam Pasal 36 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. (TM-01)
Discussion about this post