Ambon, TM.- PLN akhirnya mengalah. Mereka siap pindahkan gardu Hubung A4 Batu Gajah dari lahan eks Hotel Anggrek. Biaya pemindahan tak ditanggung PLN. Tanggungan dilimpahkan ke ahli waris Muskita/Lokollo.
Kesediaan ini dituangkan PLN dalam surat Nomor 25686/HKM.04.02/C01070700/2022, tentang Pemindahan Gardu Hubung A4 Ambon milik PT. PLN (Persero). Ada beberapa point yang disampaikan dalam surat tersebut.
Biaya pemindahan itu, meliputi bongkar, biaya relokasí, tanah lokasi baru. Semuanya harus disiapkan oleh ahli waris. Bukan pada lahan lain milik PLN dengan nilai minimal sama dengan nilai tanah lokasi
gardu hubung eksisting.
Tanah lokasi baru sudah harus disertifikatkan oleh pemohon atas nama PLN. Biaya pemadaman jika terdapat pemadaman akibat pekerjaan pemindahan gardu dan biaya lain yang ditimbulkan.
Permohonan disampaikan ahli waris ke PLN. UIW Maluku dan Maluku Utara untuk memroses persetujuan. Pekerjaan pemindahan Gardu dapat dilakukan apabila telah mendapat persetujuan dengan semua biaya yang timbul menjadi tanggungjawab ahli waris.
Menanggapi hal itu, para Ahli Waris, Daniel Lokollo, dan Novita Audi Muskita menuturkan, ahli waris memiliki tanah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Ambon Nomor 21 Tahun 1950.
Saat itu yang berperkara, adalah Simon Latumalea melawan Ferdinan dan Ezer Soplanit (tdak ada pihak yang lain) yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap pada tanggal 5 April 1950. Kemudian dipertahankan oleh adik perempuan Simon Latumalea bernama Maria Muskita/Latumalea.
“Kami merupakan pengganti ahli waris yang sah
sebanyak 13 orang. Diberikan kuasa kepada kami untuk mengurus dati Sopiamaluang yang telah di Eksekusi tertanggal 25 Maret 2011. Dan Berita Acara Eksekusi Pengosongan tertanggal 11 April 2011,” sebut Daniel Lokollo.
Terkait surat tertanggal 10 Mei 2022, disesalkan Daniel. Kata dia, permintaan agar ahli waris menanggung biaya pemindahan gardu hubung A4, bentuk perlawanan terhadap hukum. Apalagi meminta pihaknya menyediakan sertifikat lahan dengan mengatasnamakan PLN.
“Padahal bukan saja PLN telah menggunakan tanah milik kami dengan perolehan hak yang tidak benar, bahkan telah merampas dan merampok hak-hak keperdataan kami. Ini saat memindahkan mengharuskan kami membayar. Ini tidak manusiawi sekali,” kata Novita Muskita.
Menurut dia, berdasarkan atas urutan kejadian yang dibuktikan secara hukum nyata sekali, bahwa
PLN tidak mempunyai niat baik dan terbukti melanggar hukum serta diduga melakukan tidak pidana korupsi.
“Oleh sebab itu, kami mohonkan agar Komisi VII DPR RI, Komisi Pemberantasan Korupsi, Moeldoko Centre dapat menindaklanjuti pelaporan kami. Sehingga penegakan hukum dapat kami rasakan selaku masyarakat yang tertindas,” pinta Novita.
Terhadap surat PLN , kuasa hukum ahli waris, Elizabeth Tutupary, mengaku telah menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi VII DPR RI, dan Moeldoko Center. Menurut dia, apa yang disampaikan PLN, merupakan suatu tindak pidana korupsi. Dimana bertahun-tahun lahan milik Ahli Waris dipakai oleh PLN untuk gardu hubung tanpa ijin dari ahli waris.
“Padahal sebelumnya, PLN tidak mau memindahkan gardu itu karena mengaku, bahwa berdiri diatas tanah milik Negara. Tapi sekarang justru mau memindahkan, tapi biaya kami yang tanggung. Ada apa,” tutur Novita. (TM-01)
Discussion about this post