Ambon, TM.- BMKG RI akan lakukan mitigasi bencana gempa bumi dan Tsunami, serta melaksanakan verifikasi peta bahaya, dan mengecek kondisi rute evakuasi masyarakat saat terjadinya bencana.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati dan rombongan, salam kunjungan kerja ke Maluku, Kamis (2/9/2021), untuk meninjau langsung kondisi wilayah rawan bencana alam terutama Tsunami dan gempa bumi di Maluku. Terutama di tiga Kabupaten/Kota, yakni Kota Ambon, Malteng, san SBB.
Dimana Kungkur itu akan berlangsung hingga Sabtu, (4/9/2021). Kedatangan Kepala BMKG RI yang disambut Wakil Gubernur Maluku, Barnabas Nathaniel Orno, Plh Sekda Sadali Ie, Kepala BPBD Hendrik Far-Far, dan Asisten Intelejen Kajati Muji Martopo itu, Rita langsung meninjau lokasi Pantai Dusun Air Manis Negeri Laha, Kantor BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Pattimura Ambon, Tanjung Martafons Kampung Pisang, pantai Rumah Tiga, pantai Hutumuri dan lokasi Sirine di Waihaong.
“Hal urgen yang dilakukan adalah melakukan mitigasi bencana gempa bumi dan Tsunami, juga melaksanakan verifikasi peta bahaya serta mengecek kondisi rute evakuasi yang akan dilalui masyarakat ketika terjadi bencana menuju kawasan aman (Titik kumpul). Biar saat terjadi gempa, evakuasi warga diupayakan berlangsung cepat dan aman,”katanya.
Ditempat yang sama, Kepala BPBD, Hendrik Far-Far, juga menambahkan, bahwa sebagai unit teknis, pihaknya akan selalu siap berkoordinasi dan bekerja sama untuk menindaklanjuti informasi yang disampaikan BMKG ke masyarakat Maluku. Tujuannya agar masyarakat selalu sigap ketika menghadapi bencana.
Sementata, Kepala Stasiun Geofisika Ambon, Herlambang Muda mengatakan, gempa bumi dan Tsunami di Maluku memiliki karakteristik berbeda dari daerah lain. Sebab merupakan kawasan kepulauan dan mempunyai beberapa sesar, yang berpotensi aktif lalu menimbulkan gempa.
Sesar atau patahan merupakan bidang batas antara dua fraksi kulit bumi yang mengalami gerakan relatif. Sesar biasanya merupakan daerah yang relatif lemah, mengalami retakan, atau terdapat celah.
“Secara historis, di tahun 1899 terjadi gempa besar di pulau Seram. Warga disana (Seram) menyebutnya sebagai Bahaya Seram. Kemudian di tahun 1647 juga. Berdasarkan sejarah ini, kami sangat memperhatikan kondisi kegempaan yang ada di Maluku,”ujarnya. (TM-01)
Discussion about this post