Ambon, TM. – Pengadilan Negeri (PN) Ambon dan pihak ASDP Indonesia Ferry (Persero), terancam dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyusul raibnya uang senilai Rp 2 M dari dana konsinyasi Rp 6,8 M yang dititipkan.
Dana yang dititipkan di Pengadilan ini untuk pembayaran ganti rugi lahan seluas 4,6 Hektar, di Desa Liang, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), yang sedang dalam proses hukum. Dana tersebut kini hanya tersisa Rp 4,8 M.
Ancaman ini disampaikan Wenly Tuapittimain selaku kuasa hukum Abdul Samad Lessy, kepada media ini, Kamis 15 Oktober 2020.
Wenly menyebutkan, kliennya Abdul Samat Lessy, telah memasukkan gugatan perkara perdata terkait lahan dermaga ferry Liang , terhadap Pama Lessy, Muhamad Lessy, Daud Hahuan dan ASDP Indonesia Ferry (Persero), serta BPN Maluku Tengah sebagai turut tergugat.
Pihaknya kemudian menyurati pengadilan sambil melampirkan nomor gugatan, agar tidak dilakukan pembayaran kepada pihak manapun, sambil menunggu keputusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). ASDP kemudian menyetor dana sebesar Rp 6,8 M ke pengadilan di tahun 2018.
“Uang ganti rugi untuk membayar lahan dan tanaman itu, kemudian dititipkan pada tahun 2018 kepada pengadilan, setelah kami mendaftarkan gugatan, sambil menunggu putusan inkracht,”ucapnya.
Namun berdasarkan informasi, sebulan setelah dana dititipkan, lanjut Wendy, diam-diam Ketua PN Ambon saat itu dijabat Susilo yang diduga bekerja sama dengan pimpinan ASDP yang kalah itu, didampingi Jaksa Negara, Robinson Sitorus Cs telah mencairkan dana konsinyasi sebesar Rp.2 M.
Dana ini di berikan kepada dua pihak tergugat yang menurut mereka memiliki sertifikat, disaat proses hukum masih berjalan.
Celakanya, pada putusan tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA), pihaknya dinyatakan sebagai pemenang gugatan, dan berhak atas dana sebesar Rp 6,8 M, sesuai dengan amar putusan hakim. Menariknya, Rp 2 M telah terlanjur diberikan oleh Pengadilan atas permintaan ASDP kepada pihak lain, salah satunya adalah pemilik lahan seluas 1 hektar.
“Tindakan ini melanggar aturan, karena seharusnya pembayaran baru bisa dilakukan setelah adanya putusan inkracht, atas proses hukum yang sedang berlangsung diatas lahan tersebut. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya salah pembayaran yang merugikan negara atau daerah,”ucap Wendy.
Wendy juga menegaskan, Pengadilan harus menjalankan putusan kasasi, sesuai dengan amar putusan yang disampaikan. “Kami menginginkan agar pihak PN Ambon melakukan eksekusi dan menyerahkan dana sesuai putusan Hakim Kasasi,” tegasnya.
Secara hukum lanjut Wendy, pemilik sah dari lahan dermaga ferry Liang seluas 4,6 hektar (versi ASDP) adalah Abdul Samad Lessy. Dan hal ini diperkuat dengan putusan kasasi Mahkamah Agung dalam perkara nomor 537 tahun 2020.
“Putusan Mahkamah Agung pada perkara Kasasi nomor 537 tanggal 20 April 2020 ini, majelis hakim agung yang diketuai Dr. H. Zahrul Rabain, SH. MH dan beranggotakan Dr. H. Pandji Widagdo, SH. MH dan Dr. Ibrahim, SH, MH. LLM memutuskan, lahan yang menjadi objek sengketa pada dermaga ferry Liang bukan milik Pama Lessy selaku pemohon kasasi I, Muhamad Lessy selaku pemohon II, Daud Hahuan selaku pemohon III dan ASDP selaku pemohon IV,”jelasnya.
Dengan adanya putusan kasasi ini, maka secara hukum objek yang disengketakan dalam perkara ini sah menjadi milik kliennya.
“Kami kini mempersoalkan kekurangan dana konsinyasi pada perkara tersebut, yang diduga dicairkan secara sepihak. Dalam hal ini dilakukan pihak pengadilan, ASDP dan penerima harus bertanggungjawab. Jika tidak, kami akan melaporkan kasus ini ke KPK, untuk mempertanggungjawabkan tindakan yang telah dilakukan ,”tandas Wenly. (TM-01)
Discussion about this post