Ambon, TM.- Majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon menghukum Abdullah Fefra alias Dula, terdakwa kasus dugaan korupsi ADD dan DD Negeri Administrasi Fattolo, Kecamatan Bula,Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) dengan pidana penjara selama 3,6 tahun penjara, Selasa (20/4).
Selain pidana badan, terdakwa juga dibebankan membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan.
“Mengadili, terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam pasal 2 junto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,”ucap Ketua Majelis Hakim, Jenny Tulak dalam saat membacakan amar putusanya.
Hakim Jenny yang dibantu dua rekan hakimnya itu, juga membebankan terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp.384 juta.
“Aapabila tidak dibayar dalam jangka satu bulan maka, seluruh harta benda disita untuk dilelang menggantikan kerugian negara. Kalau terdakwa tidak ada harta benda maka diganti dengan pidana tambahan selama 2,6 tahun,” tegas Hakim Jenny.
Hakim menegaskan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Selain itu, terdakwa juga berstatus ASN dan utamanya terdakwa mengakui perbuatannya.
Terhadap putusan majelis hakim, penuntut umum dan kuasa hukum terdakwa mengatakan pikir-pikir.
Sebelumnya, penuntut umum menuntut terdakwa agar dipenjara selama 5 tahun dipotong masa tahanan. Selain pidana badan, jaksa juga menuntut agar terdakwa membayar denda sebesar Rp. 200 juta subsider tiga bulan.
JPU juga menuntut terdakwa agar membayar uang pengganti sebesar Rp.384 juta. Apabila uang pengganti tersebut tidak dikembalikan, maka harta benda terdakwa dirampas untuk dilelang menggantikan uang pengganti tersebut. Akan tetapi jika terdakwa tidak mempunyai harta benda, maka dikenakan pidana subsider selama dua tahun enam bulan penjara.
Jaksa penuntut umum Kejari SBT, Reinaldo Sampe, mengungkapkan, tindak pidana yang dilakukan terdakwa terjadi ketika dia ditugaskan sebagai Penjabat Pemerintah Desa Administrasi Fattolo, pada 2016 lalu.
Saat itu, Desa Fattolo mendapat kucuran ADD dan DD 2016 sebesar, Rp 700 juta lebih. Dari dana ratusan juta ini, terdakwa melakukan mark-up harga yang sebenarnya di lapangan dan juga melakukan fiktif pekerjaan.
Kegiatan mark-up yang dilakukan terdakwa, misalnya pada biaya-biaya makan, pekerjaan drainase, biaya rapat dan pembelian baju pemuda dan sepatu bola, pembelian bodi ketinting, serta sejumlah item kegiatan lain.
Atas perbuatan terdakwa, terjadi perbuatan melawan hukum penyalahgunaan ADD dan DD yang tidak dapat dipertanggungjawabkan lagi. Hal ini dikuatkan dengan audit perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP Perwakilan Maluku-Malut sebesar Rp 300 juta lebih.(TM-01)
Discussion about this post