Jakarta, TM.- Gugatan tujuh kepala daerah, termasuk Gubernur Maluku Murad Ismail terkait pemotongan masa jabatan mereka, ditanggapi Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra. Saldi mengingatkan, jika ingin diterima gunakan dasar hukum yang lebih kuat.
Sebelumnya tujuh kepala daerah, masing-masing, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, Wali Kota Tarakan Khairul menggugat Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada.
Para pemohon menguji Pasal 201 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Para pemohon merasa dirugikan dengan Pasal 201 ayat 5 UU Pilkada tersebut, karena pasal tersebut mengatur masa jabatan hasil Pilkada tahun 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023, padahal para pemohon mengaku dilantik pada 2019, sehingga terdapat masa jabatan yang terpotong mulai dari 2 bulan hingga 6 bulan.
Sidang mulai dilakukan, di Mahkamah Konstitusi dengan agenda pemeriksaan pendahuluan, Rabu (15/11/2023). kuasa hukum pemohon dari Visi Law Office, Donal Faris.
Hakim Konstitusi Saldi Isra, dalam sidang itu memberi masukan terkait gugatan terkait masa jabatan kepala daerah yang diajukan para pemohon, jika menginginkan apa yang diperjuangan diterima.
Saldi meminta agar para pemohon menguraikan lagi dasar hukum, yang lebih kuat dibandingkan gugatan sebelumnya terkait masa jabatan kepala daerah yang telah ditolak.
“Yang lain lain sih sebetulnya tidak ada ya. Kalau mau dilakukan penajaman cuma berkait dengan soal bahwa masa jabatan seseorang itu kan dihitung dari pelantikan,” kata Saldi.
Dia meminta para pemohon, membaca lagi putusan terakhir dari MK, yang memiliki kemiripan dengan apa yang dimohonkan para penggugat dalam hal ini tujuh kepala daerah.
“Coba dibaca lagi putusan yang terakhir itu yang sebetulnya memiliki kemiripan dengan apa yang di kemukakan di sini, tapi kan mahkamah menolak permohonannya,” kata Saldi Isra.
Menurut Saldi, bila ingin mengubah apa yang menjadi dasar hukum gugatan itu, perlu dicarikan dasar hukum yang jauh lebih kuat untuk diadukan dengan putusan sebelumnya.
“Kalau Anda ingin ditolak juga ya ndak tahu kita ini, tapi kalu ingin mengubah itu, tolong kami dicarikan dasar hukum atau dasar pemikiran yang jauh lebih kuat sehingga kalau diadu dengan putusan sebelumnya itu yang Saudara sampaikan ke kami itu bisa mengalahkannya. Nah itu yang belum kelihatan di permohonan ini,” tandas Saldi Isra.
Dikutip dari detik.com, diketahui Pemohon I, Gubernur Maluku Murad Ismail dilantik pada 24 April 2019, jika memegang masa jabatan 5 tahun, maka akan berakhir sampai 24 April 2024.
Pemohon menilai dengan akan berakhirnya masa jabatan pada tahun 2023 sebagai akibat ketentuan Pasal 201 ayat 5 UU No. 10 tahun 2016 itu, maka masa jabatannya akan terpotong selama kurang lebih 4 bulan.
Sedangkan Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak dilantik pada 13 Februari 2019, jika memegang masa jabatan 5 tahun, maka akan berakhir sampai 13 Februari 2024. Emil Dardak menilai dengan berlakunya Pasal 201 ayat 5 UU No. 10 tahun 2016 yang mengakibatkan berakhirnya masa jabatannya pada tahun 2023, menyebabkan masa jabatannya terpotong selama kurang lebih 2 bulan.
Sementara Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bogor, Bima Arya dan Dedie A Rachim, dilantik pada 20 April 2019, jika memegang masa jabatan 5 tahun, maka akan berakhir sampai 20 April 2024. Namun dengan berlakunya Pasal 201 ayat 5 UU No. 10 tahun 2016, mengakibatkan berakhirnya masa jabatan Bima Arya dan Dedie pada tahun 2023, sehingga menyebabkan masa jabatannya terpotong selama kurang lebih 4 bulan. (*/dtc/TM-02)
Discussion about this post