Ambon, TM.- PLN tolak memindahkan gardu hubung A4 dari lahan milik Muskita/Lokollo. Tindakan PLN sudah dilaporkan ke Polda Maluku. Namun mereka tetap memilih diam.
Kasus ini dilaporkan salah satu Ahli Waris, Marthin Muskita, pada 30 Juli 2021. Anehnya Polda Maluku mengeluarkan SP2HP terhadap pelaporan tersebut. Kasus ini kemudian dilaporkan ke Kapolri dan Kompolnas pada 6 September 2021.
Lahan itu terdapat di eks Hotel Anggrek di Kelurahan Batu Gajah. PLN dilaporkan telah melakukan penyerobotan lahan. Termasuk pemakaian tanah tanpa ijin terhadap dari ahli waris.
Pada Senin 20 September 2021, ahli waris Marthin Muskita menerima surat dari Polda Maluku. Isi surat itu, mendengar keterangan terkait penyediaan lahan oleh ahli waris untuk pemindahan Gardu tersebut.
”Usai pertemuan dengan Dirkrimum, di ruangannya, di Mapolda Maluku, yang ikut hadir Kasubdit II dan Penyidiknya, kita bersama-sama menuju lokasi rencana pemindahan Gardu. Dimana lokasi yang dikasih oleh ahli waris, berada di bekas
Kantor PLN juga, bagian belakang dari lokasi gardu yang sekarang,”tutur Kuasa Hukum Ahli Waris Muskita/Lokollo, Elizabeth Tutupary, kepada Timesmaluku.com, di Ambon, Rabu (22/9/2021).
Dalam pertemuan itu, Dirkrimum mengatakan, bahwa besoknya, Selasa 21 September 2021, akan mengundang pihak PT. PLN untuk menyampaikan itu.
Terkait hasil pertemuan Dirkrimum/ Kasubdit II dengan pihak PLN, Rabu (22/9/2021), ahli waris kembali untuk mempertanyakan hasil dari pertemuan tersebut. PLN menolak proses pemindahan Gardu tersebut.
“Tapi anehnya, Penyidik pada Subdit II Ditreskrim Polda Maluku, tidak mau menguraikan apa alasan PLN tidak mau pindahkan Gardu. Mereka katakan, bahwa mereka akan menyurat ke Kabareskrim langsung,”tutur Kuasa Hukum.
Padahal sebelumnya, pada Tahun 2019, PLN justru bersedia untuk memindahkan Gardu tersebut. Hanya saja saat itu, PLN meminta waktu terkait pencarian lokasi pemindahan Gardu.
“Tetapi akhirnya setelah satu Tahun berjalan, PLN tidak melakukan itu, hingga ada langkah-langkah yang diambil oleh Ahli Waris, sampai pada pelaporan saat ini,”tuturnya.
Lahan yang diambil PLN seluas 27 meter persegi. Lahan itu, Sudah dieksekusi pengosongan pada Tahun 2011. Saat itu PLN tidak melakukan perlawanan terhadap eksekusi tersebut.
“Itu artinya, seluruh produk hukum yang timbul diatas lahan yang telah dieksekusi harus tunduk kepada perintah Pengadilan,”tandasnya.
Selain itu, Surat Tertanggal 28 Maret 2019, PLN menyatakan kesanggupan untuk proses pemindahan Gardu. Mereka meminta waktu, dan juga surat dari PLN Pusat kepada PLN Wilayah Maluku-Papua untuk diselesaikan di daerah.
Diatas lahan itu, PLN menggunakan SHGB yang sudah berakhir, dan tidak diperpanjang oleh BPN Kota Ambon. Untuk mempertahankan haknya PLN di KSP dan di Polda Maluku.
Padahal menurut dia, berdasarkan fakta hukum, sertifikat PLN tumpang tindih dengan sertifikat Panca Karya yang melakukan perlawanan
eksekusi pengosongan 2011. Dan baik secara Pidana maupun Perdata, Panca Karya terbukti sudah kalah.
“Bahwa status perolehan risalah tanah diduga sama dengan risalah perolehan Panca Karya. Dari semua bukti kepemilikan yang dimiliki ahli waris, kenapa permasalahan ini diarahkan ke Perdata dengan mengabaikan Putusan Inkra yang telah dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Ambon?,” kata Tutupary.
Marthin Muskita sebagai Pelapor, mengaku kecewa dengan proses penegakan hukum yang dijalankan oleh pihak Polda Maluku.
“Kita seperti tidak diindahkan. Urusan kita selama ini mengambang. Mungkin pihak kepolisian berpikir kita ini orang kecil, yang tidak tahu mengerti apa-apa, lalu mereka (polisi), acuhkan laporan kita. Padahal kita punya bukti putusan yang jelas sesuai fakta dan sudah Inkrah,”cetusnya.
Untuk itu, dalam proses ini, sebagai ahli waris, pihaknya tidak akan mundur. Dia menegaskan, akan melakukan upaya hukum demi mencari keadilan.(TM-01)
Discussion about this post