Perikanan memainkan peran penting dalam perekonomian daerah, terutama bagi provinsi-provinsi yang memiliki akses ke perairan laut yang lebih luas dan kaya dengan sumberdaya ikan. Perikanan juga memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi masyarakat lokal, nasional dan dunia, serta sebagai sumber bahan baku bagi industri pengolahan dan sektor lainnya.
Pengelolaan perikanan sesuai UU 45/2009 adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati
Target Produksi Perikanan
Peningkatan Produksi perikanan dapat menjadi peluang besar untuk kemajuan daerah karena sektor perikanan memiliki potensi yang besar untuk memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan. Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan dari produksi perikanan untuk kemajuan daerah diantaranya dapat Meningkatkan Pendapatan Daerah, Produksi perikanan yang besar dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan daerah.
Pendapatan yang diperoleh dari produksi perikanan dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan program-program lainnya yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu dapat Meningkatkan Ketersediaan Pangan, Sebagai sumber protein hewani yang murah dan mudah didapat, produksi perikanan dapat meningkatkan ketersediaan pangan dan membantu memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Hal ini sangat penting terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau dan memiliki keterbatasan dalam hal ketersediaan pangan.
Dan Meningkatkan Kesempatan Kerja, Produksi perikanan dapat menciptakan banyak lapangan kerja bagi masyarakat, baik dalam hal penangkapan ikan, budidaya ikan, maupun pengolahan ikan dan produk-produk olahannya. Peluang kerja ini dapat membantu mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat kemudian Meningkatkan Daya Saing Daerah, Dengan memanfaatkan potensi perikanan yang ada di daerah, maka daerah tersebut dapat menjadi lebih kompetitif dalam hal produksi perikanan dan perdagangan ikan.
Hal ini dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Serta Meningkatkan Potensi Ekspor, Produksi perikanan yang besar dapat memberikan peluang untuk meningkatkan ekspor produk perikanan. Hal ini dapat membantu meningkatkan pendapatan negara dan daerah, serta membuka peluang investasi di sektor perikanan. Dengan memanfaatkan potensi produksi perikanan yang ada di daerah, maka daerah tersebut dapat memperoleh banyak manfaat ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengembangkan sektor perikanan dan memanfaatkan peluang yang ada untuk kemajuan daerah.
Bagaimana dengan kondisi perikanan Maluku saat ini ??
Sebagai provinsi yang berkarakteristik kepulauan yang mana terdapat 1.340 jumlah pulau dengan persentase lautan mencapai 92,4 % dan daratan 7,6 %. Potensi Sumberdaya Ikan di Maluku berada pada 3 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) nasional didalamnya terdapat Laut Banda dan sekitarnya (714) dengan total potensi 1,033,979 ton, Laut Seram dan sekitarnya (715) dengan total potensi 715.293 ton dan Laut Arafura sekitarnya (718) total potensi 2,637,564 serta total keseluruhan sumber daya ikannya adalah 4.386.836 ton.
Produksi perikanan Maluku pada tahun 2022 untuk sektor perikanan tangkap 518.886 ton dengan nilai produksi 13.449.076.321 sedangkan produksi perikanan budidaya 278.176, 58 ton nilai produksi 3.026.812.421 namun konstribusi secara ekonomi bagi Maluku belum terlihat signifikan dari sisi pendapatan dan infrastruktur.
Berdasarkan laporan kinerja intansi pemerintah dinas kelautan dan perikanan Maluku tahun 2021 bahwa sasaran strategis dengan indikator kerja utama (IKU) Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor kelautan dan perikanan adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Capaian kinerja indikator Pendapatan Asli Daerah (PAD) sektor perikanan tahun 2021 sebesar Rp.7.928.293.935,39 (134,38%) atau melampaui dari target yang ditetapkan sebesar Rp.5.900.000.000. Penyelenggaraan pembangunan kelautan dan perikanan di Provinsi Maluku oleh dinas kelautan dan perikanan provinsi Maluku mendapatkan alokasi anggaran belanja langsung melalui APBD sebesar Rp. 81.559.739.343,- 37 yang terdiri dari belanja operasi sebesar Rp. 70.024.457.547 dan belanja modal sebesar Rp. 11.535.281.796.
Selain itu Data Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Ambon menyatakan, nilai ekspor perikanan di Provinsi Maluku mencapai 18,72 juta dolar AS pada semester I tahun 2022. Periode Januari-Juni 2022 nilai ekspor perikanan kita mencapai 18,72 juta dolar AS dengan jumlah volume 2,55 juta kilogram dan 100.561 ekor ikan hidup.
Terdapat 10 komoditi teratas dalam ekspor perikanan Maluku pada semester I 2022, yang didominasi komoditas ikan tuna mencapai 1,06 juta kilogram (kg), senilai 9,92 juta dollar AS. Pada peringkat dua ada udang vaname sebanyak 1,47 juta kilogram senilai 7,57 juta dollar AS.
Kemudian ada ekspor perikanan hidup yakni ikan kerapu (grouper) sebanyak 47.499 ekor (826.911 dollar AS), kepiting sebanyak 43.218 ekor (167.146 dollar AS), ikan parrot sebanyak 9.302 ekor (141.454 dollar AS). Setelah itu ada kerapu beku sebanyak 20.095 kg (73.653 dolar AS), ikan makarel sebanyak 3.363 kg (12.379 dollar AS), ikan kakap hidup sebanyak 542 ekor (9.050 dollar AS), cumi-cumi sebanyak 4,26 kg (82,9 dollar AS), dan ikan kakap beku sebanyak 4,01 kg (78,14 dollar AS). Negara tujuan ekspor perikanan dari Maluku paling banyak menuju China dengan volume 1,47 juta kg dan 7.842 ekor ikan hidup. Nilai ekspor ke China paling besar, yaitu mencapai 7,611 juta dollar AS.
Tujuan ekspor terbesar kedua adalah Amerika Serikat dengan volume 348.473 kg senilai 4,68 juta dlolar AS. Kemudian negara tujuan ekspor lainnya adalah Vietnam sebanyak 443.685 kg (3,571 juta dollar AS), Jepang sebanyak 270.491 kg (1,66 juta dollar AS).
Sebagai daerah yang berkarakteristik kepulauan dengan sektor perikanan menjadi tulang punggung utamanya maka sudah seharusnya alokasi anggaran pembangunan kelautan dan perikanan harus terus dinaikan karena saat ini belum mencapai 100 M . Sektor ini harus dijadikan lokomotif pembangunan daerah dengan memanfaatkan semua potensi yang ada. walapun dilain sisi memang tidak bisa dipungkiri bahwa APBD Maluku yang di tahun 2022 hanya mencapai 2,8 T juga menjadi kendala dalam hal distribusi anggaran ke sektor-sektor yang kiranya menjadi sektor unggulan di Maluku salah satunya sektor perikanan.
Sistim Dana Bagi Hasil Perikanan (DBH)
Untuk kita ketahui bersama bahwa pemerintah mengatur sistim bagi hasil berdasarkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Pada Pasal 119 ayat 1 menjelaskan bahwa DBH sumber daya alam perikanan ditetapkan sebesar 80% dari penerimaan pungutan pengusahaan perikanan (PPP) dan penerimaan pungutan hasil perikanan (PHP). Sedangkan pada ayat 2 berbunyi DBH sumber daya alam perikanan untuk daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan kepada kabupaten/kota di seluruh Indonesia dan daerah provinsi yang tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom dengan mempertimbangkan luas wilayah laut.
Kalau dilihat dari sistim dana bagi hasil (DBH) perikanan bahwa 80 % dibagi rata ke seluruh kab/kota di Indonesia, pastinya daerah penghasil atau daerah yang sumber daya perikanan yang menjadi tumpuan utama penopang pendapatan asli daerah pasti akan merasa dirugikan. Karena seharusnya sebelum dibagi ke kabupaten/kota lainnya di Indonesia maka harus diberikan persentase tersendiri untuk daerah penghasil (dalam provinsi/kabupaten/kota) tersebut.
Pada konteks ini mungkin yang menjadi pertimbangan adalah sumber daya ikan tidak bisa disamakan dengan sumber daya lainnya seperti kehutanan atau pertambangan yang tidak bergerak dan hasilnya berada pada daerah tersebut secara langsung. Ikan memang melakukan pergerakan atau ruaya dari suatu perairan ke perairan lainnya, tetapi yang bisa dilakukan adalah pembagian dana bagi hasil menyesuaikan tempat pangkalan pendaratan dimana ikan tersebut ditangkap dan didaratkan sehingga secara konstribusi akan berdampak bagi daerah sekitar..
Sebagai contoh, coba kita lihat DBH pada sektor kehutanan, pasal 115 ayat 1 DBH sumber daya alam kehutanan bersumber dari penerimaan iuran izin usaha pemanfaatan hutan, provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi. Ayat 2 menyatakan DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber dari iuran izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan sebesar 80 % untuk bagian Daerah, dibagikan Kepada provinsi yang bersangkutan sebesar 32% dan kabupaten/kota penghasil sebesar 48%.
Pada ayat 3 berbunyi DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber dari provisi sumber daya hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan, ditetapkan sebesar 80% dibagikan kepada provinsi yang bersangkutan sebesar 16%, kabupaten/kota penghasil sebesar 32% dan kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil sebesar 16 % serta kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 16% dan pada ayat 4 DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber dari dana reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan sebesar 40 % untuk provinsi penghasil.
Kalau dilihat persentase dalam sistim dan bagi hasil pada sektor kehutanan sangatlah terperinci sehingga pembagian terhadap pusat, provinsi dan kabupaten/kota semua mendapat porsi atau bagian menyesuaikan potensi yang berada pada daerahnya. Dan kiranya ini juga dapat diimplementasikan dalam sistim DBH Perikanan agar berdampak positif bagi daerah yang berkarakteristik kepulauan dan perikanan menjadi lokomotif utama pembangunan daerahnya. Jika memang persentase 20 % untuk pusat dan 80 % dibagi ke provinsi dan kabupaten/kota tempat sumber daya ikan didaratkan, bisa saja dihitung 10 % ke Provinsi dan 70 % dibagi kabupaten/kota menyesuaikan perolehan PPP dan PHP serta perizinan dan pendaratan ikan yang dilakukan pada masing-masing pelabuhan perikanan sekitar wilayah daerah penangkapan ikan tersebut.
Jika ini dapat dilakukan maka pastinya pastinya akan berdampak positif bagi Maluku maupun provinsi lainnya yang luas lautnya lebih besar dan mengandalkan perikanan menjadi sumber pendapatan daerahnya.
Implementasi dana bagi hasil perikanan ini kiranya bisa dilaksanakan dengan akan diberlakukannya kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) sesuai PP 11 tahun 2023 dan dapat segera dibuat regulasi turunannya yang mengatur secara teknis oleh kementerian kelautan dan perikanan (KKP) baik dalam bentuk Kepmen ataupun Permen KP dan pemerintah daerah dapat memperkuat dengan peraturan daerah baik terkait tambat labuh kapal, tempat pelelangan ikan, ataupun restribusi hasil perikanan.
Sesuai target dari kebijakan PIT untuk zona 3 pada WPP 715 dan 718 dengan kuota penangkapan 1.861.500 ton/tahun nilai perputaran uang mencapai Rp. 124,60 triliun/tahun dari kegiatan transaksi penjualan ikan hasil tangkapan dan budidaya, penjualan BBM, air bersih, es, logistik perbekalan ABK, bahan alat penangkapan ikan dan transaksi kegiatan docking kapal dan lainnya.
Sehingga diharapkan kebijakan ini selain menargetkan peningkatan PNBP perikanan secara nasional tetapi juga dapat meningkatan Pendapatan Asli Daerah salah satunya melalui pembagian dana bagi hasil yang berkeadilan sesuai semangat sila kelima Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (**)
Discussion about this post