Ambon, TM.- Mahkamah Agung menolak permohonan Kasasi Tan Setiawan dan kawan-kawan atas kepemilikan sebagian Ruko Mardika. Atas putusan itu, kedudukan hukum Pemerintah Provinsi Maluku, telah berkekuatan hukum tetap.
Hal ini disampaikan Tim Asistensi Hukum Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku, dalam keterangan kepada wartawan di Ruang Rapat Lantai II Kantor Gubernur Maluku, pada Selasa (18/10/2022).
Keterangan disampaikan ketua Tim Asistensi Hukum Pemprov Maluku, Fachri Bachmid, didampingi Kepala Biro Hukum Setda Maluku, Hendrik Hermawan, Kasubag litigasi Biro Hukum Setda Maluku, David Watutamata dan sejumlah anggota Tim Asistensi.
Fachri mengungkapkan, keputusan Mahkamah Agung RI atas Perkara 2955 K/Pdt/2022. Gugatan diajukan 69 orang Penghuni/Pemegang SHGB Ruko Mardika. Mereka menggugat Gubernur Maluku (Tergugat I), PT. Bumi Perkasa Timur (Tergugat II) dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Ambon (Turut Tergugat) dengan Objek Sengketa 80 Unit Ruko.
“Pokok Gugatan Para Penggugat, meminta Sertifikat Hak Guna Bangunan Ruko menjadi milik para penggugat untuk selamanya. Dan tidak mempunyai batas waktu berlaku dan menyatakan Perjanjian antara Pemerintah Provinsi Maluku dengan PT. Bumi Perkasa Timur adalah Perbuatan Melawan Hukum dan cacat hukum serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ungkap Fachri.
Menurut Fachri, Pemprov Maluku pada tahun 1987, telah melakukan Perjanjian Kerjasama dengan PT. Bumi Perkasa Timur (BPT) atas bidang tanah seluas 60.690 meterpersegi, sesuai Sertifikat Hak Pengelolaan (SHPL) Nomor 01 Tahun 1986 terletak di Kelurahan Rijali Kecamatan Sirimau Kota Ambon.
Sesuai Substansi Perjanjian, kata Fachri, PT. BPT akan melakukan pembangunan pada SHPL Milik Pemda Maluku yakni, Kompleks Pertokoan (Ruko Mardika), Terminal Luar Kota dan Dalam Kota Serta 3 (tiga) buah haltenya.
“Selain itu, Pelataran Parkir Kendaraan, Los Pasar Mardika Tiga Lantai, Jalan Umum Sekitar Pertokoan, Pos Keamanan dan Kantor kelurahan, Menara Kontrol, Musola dan Bapindo (Bank Mandiri), dan Setelah berakhir Perjanjian seluruh Bangunan yang secara hukum beralih sepenuhnya menjadi milik Pemprov Maluku,” kata Fachri.
Dalam perjanjian itu, kata Fachri, selama masa perjanjian PT. BPT berhak melakukan jual beli Ruko yang dibangun kepada Pihak lain, melalui akta notaris dan menerbitkan SHGB dengan jangka waktu tidak boleh melewati 30 Tahun yakni 2017, sesuai jangka waktu Perjanjian.
“Setelah itu, pemegang SHGB yang akan berakhir jangka waktu SHGBnya, mengajukan permohonan perpanjangan ke Kantor Pertanahan Kota Ambon. Sesuai Ketentuan syarat mutlak perpanjangan, yakni Rekomendasi Persetujuan dari Pemprov Maluku sebagai Pemegang SHPL, karena Tanah dan Bangunan adalah milik Pemprov Maluku sesuai Perjanjian,” kata Fachri.
Gubernur, kata Fachri, juga telah mengeluarkan rekomendasi persetujuan Perpanjangan hanya untuk jangka waktu 10 Tahun yakni 2017 sampai dengan 2027. Juga melarang Memindahtangankan tanah dan bangunan Ruko tanpa Izin Tertulis Pemerintah Provinsi Maluku.
“Atas Rekomendasi Gubernur Maluku, telah dilakukan perpanjangan sampai dengan Tahun 2027 dan setelah berakhir masa Perjanjian, a quo Pemprov Maluku tidak melanjutkan Jangka waktu Perjanjian karena PT. BPT tidak mengajukan Perpanjangan Jangka Waktu Perjanjian,” tegas Fachri.
Pemprov, kata Fachri, sepanjang 2017 sampai dengan 2021, telah melakukan uji petik atas lokasi ruko dan sosialisasi serta beberapa kali pertemuan dengan Penghuni Ruko, dan Pemegang SHGB. Ditemukan, terdapat 256 Unit Ruko.
“Yang mana hampir 70 persen Ruko telah berakhir jangka waktu Perpanjangan baik sejak 2007 dan 2017 serta 90 persen Ruko disewakan dan atau dipindahtangankan kepada pihak lain tanpa Ijin Tertulis dari Pemprov Maluku,” kata Fachri.
Menurut dia, para penghuni atau pemegang SHGB dari 256 Unit sejak 2017 sampai 2021 yang baru membayar 33 orang dengan total nilai Rp.1.765.049.620. Dementara yang tidak membayar 223 Unit dengan nilai Piutang Rp.16.000.000.000.
“Baik yang sudah membayar dan atau yang belum membayar, telah menyewakan ruko tersebut kepada Pihak lain tanpa ijin tertulis dari Pemprov Maluku dengan kisaran nilai rata-rata diatas Rp.50.000.000, namun tidak membayarkan sewa kepada Pemprov Maluku,” tandas Fachri. (TM-02)
Discussion about this post