Ambon, TM.- Sekretaris Daerah Maluku Kasrul Selang, Kamis (21/1/2021), memimpin rapat untuk membahas kesiap-siagaan Provinsi Maluku menghadapi bencana alam hidrometeorology.
Saat ini beberapa Provinsi di Indonesia tengah dihadapi bencana alam. Mulai dari banjir bandang, tanah longsor, angin puting beliung, gelombang laut, bencana gempa bumi dan peristiwa erupsi gunung berapi.
Untuk mengurangi dampak dari risiko bencana, Pemerintah Provinsi Maluku mengadakan pertemuan yang melibatkan unsur TNI, Polri, Stasiun Meteorologi, Stasiun Geofisika BMKG Ambon, Orari, BPBD, PMI serta dinas/instansi teknis terkait lainnya.
Sekda dalam arahannya mengatakan, rapat ini penting untuk meningkatkan sinergi dan koordinasi dalam hal manajemen kesiapan menghadapi bencana alam.
“Walupun saat ini, tidak terjadi bencana, tetapi tetap saja waspada. Dan untuk mengurangi resiko bencana, maka harus tetap menjadi perhatian seluruh dinas maupun instansi terkait lainnya dengan tetap berkoordinasi,” harap Sekda.
Sekda juga menyebutkan pentignya membentuk posko kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. “Nanti kita akan pikirkan, ya mungkin bisa juga di makodam. Kita juga akan buatkan semacam buku saku sebagai panduan kepada masyarakat apa yang harus dilakukan jika terjadi bencana,” tandas Sekda.
Dihadapan Sekda, mewakili Stasiun Meterologi, BMKG Kota Ambon, Emy Paays memapaparkan terkait analisa dan prediksi cuaca di Provinsi Maluku. Secara klimatologi di Wilayah Maluku mempuyai musim yang berbeda di setiap wilayah.
“Seperti pola curah hujan di beberapa wilayah. Untuk Pulau Buru, puncak hujan terjadi pada bulan Desember, Januari, Februari hingga Maret,” kata Emy.
Untuk SBT, kata Emy, puncaknya ada pada bulan April, Mei, Juni. Sedangkan mewakili Maluku Tengah (Kairatu dan Amahai) puncak hujannya berada pada bulan Juni, Juli, Agustus.
Dan wilayah di Maluku Bagian Tenggara hingga Barat Daya, pola hujannya mengikuti pola cuaca pada umumnya di Indonesia.
Untuk Kota Ambon, musim hujan terjadi pada bulan April hingga September. “Tetapi biasanya ada yang mulai pada April dan ada juga musin hujan yang mulai pada bulan Mei, tergantung dari gangguan cuaca secara global,” jelasnya.
Kemudian untuk musim kemarau, lanjut dia, ada pada bulan November hingga Februari mendatang. “Bulan Maret dan Oktober biasanya terjadi musim peralihan. Dan poetensi bencana yang biasnya terjadi selama musim kemarau yaitu terjadinya kebakaran hutan akibat dipicu oleh pengaruh fenomena global yaitu el nino,” ungkapnya.
Masih kata dia, pada bulan-bulan peralihan seperti Maret dan Oktober juga biasanya sering terjadi petir dan gelombang tinggi. “Sedangkan untuk musim hujan terutama puncak musim hujan, bencana yang sering terjadi yaitu banjir dan tanah longsor,” papa Emy.
Sementara itu, mewakili stasiun Geofisika Kota Ambon, Lutfi Pary memaparkan terkait kondisi kegempaan di Maluku. Dia menjelaskan, sampai dengan 19 Januari 2021 telah terjadi sebanyak 103 kali gempa di Maluku.
“Dari 103 kejadian sebanyak 3 kali dirasakan yaitu di Kairatu, SBB,” ungkap Lutfi. Kondisi ini menjadi tantangan, apalagi Maluku termasuk wilayah rawan terjadinya gempa bumi.
“Sampai saat ini kita belum bisa memprediksi kapan terjadi bencana gempa bumi, namun kita bisa menghadapi atau mengantisipasi dengan mitigasi,” ungkap Lutfi.
Pihaknya juga kata Lutfi,memliki alat sensor jika terjadi gempa bumi. “Alhamdulillah peralatan semua dalam kondisi baik, yang mendukung kami untuk menganalisa kegempaan, sehingga setelah kejadian sekitar 5 menit, infomasi gempa bumi dan tsunami sudah kami sebarkan melalui beberpa moda yang kami miliki. Salah satu moda yang kami miliki sudah kami pasang di kantor gubernur Maluku,” jelas Lutfi.(TM-01)
Discussion about this post