Ambon, TM. – Dolfina Lessu, warga Desa Lesluru, Kecamatan TNS, Kabupaten Malteng akhirnya memilih melaporkan Benny Tuhekay dan Heri Tutkey. Mereka yang dilaporkan, warga Desa Watludan, Kecamatan TNS.
Laporan terkait penyerobotan lahan milik Dolfina. Laporan disampaikan kepada Polres Maluku Tengah (Malteng). Wanita berusia 43 tahun ini memilih untuk mencari keadilan, dengan melaporkan kasus tersebut, setelah mediasi yang dilakukan gagal.
Lewat kuasa hukumnya, Marnex Salmon mengakui, kliennya melapor dugaan penyerobotan lahan. Marnex berharap laporan ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian. Agar masalah tidak membias menjadi masalah baru.
Kliennya memiliki sebidang tanah berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor : 65 Desa Lesluru, Kecamatan TNS, Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Sertifikatnya tanggal 28 Desember 2009. Surat Ukur Nomor : 65/2009 tanggal 28 Desember 2009 (lampiran 2).
Lahan tersebut terletak di Negeri Lesluru, Kecamatan TNS, Kabupaten Maluku Tengah seluas 20.000 Meterpersegi. Sesuai sertifikat hak milik, lahan tersebut berbatasan sebelah Utara dengan Negeri Watludan, sebelah barat berbatasan dengan bapak Drik Melay. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Trans Seram Waipia, dan sebelah timur dengan Herlin Tuhekay.
“Bahwa hak kepemilikan sebidang tanah sebagaimana dimaksud pada butir (1) di atas adalah sangat beralasan secara hukum. Karena mempunyai bukti hukum yang sah dan konkrit, yaitu Sertifikat Hak Milik dan Surat Ukur,”ungkapnya.
Namun pada tahun 2017, muncul Beni Tuhekay (terlapor 1). Dia datang dari Sorong. Kemudian membuat pondasi rumah pada objek tersebut tanpa dasar kepemilikan.
Pemerintah Desa Lesluru menegur Beny Tuhekay. Teguran itu diabaikannya. Dia balik mengancam Pihak Pemerintah Desa menggunakan parang. Pihak desa juga tidak dapat berbuat banyak.
Cilakanya, pembangunan ilegal itu, dikawal seorang anggota Polisi. Polisi itu, pacar dari anak Beny. Dia bersenjata api. Pemerintah desa dan Dolfina sudah berkomunikasi dengan baik. Namun Beny tetap abai.
Pada 6 Februari 2020, jelang sore hari, kliennya memasang papan larangan membangun diatas objek tersebut. Dua hari kemudian papan larangan yang dipasang telah dirusak.
“Klien saya melapor ke pemerintah desa, yang kemudian memanggil Beny.Tapi tidak datang. Hanya diwakili saudaranya Hery Tutkey (terlapor 2), yang mengaku merusak papan larangan tersebut karena disuruh oleh terlapor Beny Tutkey,”jelasnya.
Upaya persuasif ini lanjut Marnex, ternyata tidak membuahkan hasil. Tanggal 20 Juli 2020, kliennya menyurati Kapolsek TNS untuk melakukan mediasi dengan menghadirkan Beny Tuhekay dan mantan Raja Negeri Lesluru, mewakili Pemerintah Desa saat dimana SHM ini terbit.
Pada 23 Juli 2020, surat permohanan itu dikabulkan oleh pihak Polsek TNS. Fdan kedua belah pihak diminta untuk menunjukan bukti-bukti kepemilikan atas objek dimaksud.
Namun terlapor Beny Tuhekay tidak memiliki sepucuk surat apapun sebagai alas hak atas objek yang saat ini dia tempati. Selang beberapa jam, datanglah seseorang bernama Ampi Hukubun.
Ampi membawa surat-surat mengenai Pembatalan Sertifikat atas objek. Tanpa bukti-bukti dasar atas surat-surat pembatalan Sertifikat tersebut. Mereka kemudian bersikeras bahwa objek tersebut milik terlapor, sehingga tidak ada titik temu.
Kliennya kemudian pada 19 Agustus 2020 menanyakan ke Polsek tentang perkembangan sengketa yang dimediasi. Namun disarankan untuk melapor ke Polres Malteng.
Menyikapi saran itu, kliennya telah menyampaikan laporan dan berharap Kapolres Malteng dapat menindaklanjuti pengaduan tersebut.
“Klien saya selaku korban memohon kepada Ibu Kepala Kepolisian Resort Maluku Tengah agar dapat memproses perbuatan Terlapor 1 Beny Tuhekay dan terlapor 2 Heri Tutkey,”ungkapnya.
Dia juga berharap, laporan pengaduan ini dapat ditindak lanjuti oleh Kapolres Malteng, sesuai dengan hukum pidana yang berlaku.
Laporan ini lanjut Marnex, tembusannya juga disampaikan kepada Kapolri, Kapolda. Kepala Kejati Maluku, Kakanwil BPN Provinsi Maluku dan sejumlah pihak lainnya. (TM-01)
Discussion about this post