Ambon, TM.- Berbekal sertifikat Hak Guna Bangunan yang sudah kadaluarsa, PLN masih nekat serobot lahan milik warga. Tawaran damai ahli waris diabaikan mereka. Melapor ke Ketua DPR Puan Maharani menjadi langkah
PLN hingga kini menolak keluar dari lahan di eks hotel anggrek milik ahli Muskita/Lokollo. Lahan itu sudah dimenangkan mereka sejak 5 April 1950. Eksekusi terhadap lahan itu baru dilakukan pada 25 Maret 2011.
“Pada saat dilakukan eksekusi, 11 April 2011 sebanyak 116 kepala keluarga keluar. Terdapat satu gardu hubung milik PLN yang masih tetap berdiri. Mereka menolak keluar. Ini perbuatan melawan hukum,” kata kuasa hukum ahli waris Muskita/Lokollo, Elizabeth Tutupary.
Terhadap masalah ini, Tutupary mengaku, mereka memilih mengikuti jalan damai. Kata dia, surat dilayangkan ke Kementrian Agraria dan Tata Ruang BPN Kota Ambon untuk meminta penjelasan atas status tanah gardu itu.
“Dijawab dengan suratnya tertanggal 8 Februari 2021. BPN menyebut, Sertifikat Hak Bangunan Nomor 78/Ahusen tercatat atas nama PT PLN. Tapi haknya telah berakhir sejak 12 November 2016 dan tidak diperpanjang lagi oleh Badan Pertanahan kota Ambon,” terang Tutupary.
Menurut dia, sertifikat tersebut juga cacat hukum, karena tumpang tindih dengan SHGB milik PD Panca Karya yang sudah berakhir. SHGB PLN berada dilahan SHGB milik PD Panca Karya.
“PD Panca Karya sudah angkat kaki, dan mengakui kepemilikan ahli waris Muskita/Lokollo, itu berarti PLN juga tidak berhak secara hukum atas lahan itu. Jadi bagimana mereka menyebut itu lahan milik negara. Ini perbuatan penggelapan,” tandas Tutupary.
Ahli waris Muskita/Lokollo sebelumnya telah menyurati PT PLN pada 5 Desember 2018. Isi suratnya meminta gardu dipindahkan. PLN lewat surat 28 Maret 2019, menyanggupi untuk memindahkan gardu mereka.
Anehnya, kata dia, sampai setahun atau Februari 2020 tak ada kabar. Mereka menyurati lagi. Ahli waris Muskita/Lokollo bahkan mengiklaskan tukar guling lahan milik mereka itu dengan lahan miliknya di lokasi yang tak jauh.
“Tapi tidak juga ditanggapi secara baik Oleh PLN Wilayah Maluku dan Maluku Utara. Lokasi yang ditawarkan, untuk pemindahan gardu hubung A4 tersebut dulunya tempat sentral listrik untuk Kota Ambon yang telah dipindahkan ke Galala sekitar tahun 1985,” timpal Tutupary.
Pemerintah Kota Ambon, tambah Tutupary, pada tanggal 20 Januari 2022, memfasilitasi dengan PLN untuk meminta akses masuk guna dilakukan perawatan. Ahli waris menolak berikan akses.
“Ahli waris menawarkan pemindahan lokasi ke lokasi yang sudah disediakan,” kata dia. Dia menambahkan, dari setiap pertemuan, tergambar PLN sengaja membenturkan masalah kepentingan masyarakat dan tidak mengakui suatu produk hukum dari pengadilan,” tegas Tutupary.
Karena itu, Tutupary berharap Ketua DPR RI Puan Maharani bisa merespon surat yang disampaikan ahli waris Muskita/Lokollo dengan memanggil PT PLN. Karena niat baik ahli waris selalu diabaikan oleh PLN.
“Kami hanya menuntut hak klein kami harus dikembalikan. Kalau seperti ini, kami tidak bisa beraktivitas. Kami juga tetap menutup akses siapapun ke gardu. Karena lahan itu milik klien kami, sampai PLN bersedia pindah ke lokasi yang sudah disediakan ahli waris,” pungkas Tutupary.(TM-01)
Discussion about this post