Ambon, TM, – Danlanud Pattimura, Kolonel Pnb. Andreas A Dhewo bersikukuh, lahan yang terletak di Negeri Tawiri itu, masuk dalam Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 6 Tahun 2010. Ini sebagai respon aksi warga Tawiri.
Dalam keterangan pers, Rabu (24/11/2021) di kantornya, Danlanud meluruskan, bahwa terdapat lahan dimana berdirinya 44 rumah milik warga yang berada di Dusun Wailawa dan Kampung Pisang.
“Jadi bukan keseluruhan. Saat ini hanya data 22 KK di areal Wailawa. Dan 22 KK di areal Kampung Pisang. Bukan 250an KK yang digemborkan oknum-oknum tertentu itu. Sehingga jangan digemborkan masyarakat tertentu. Kita semua punya aturan hukum di Negara ini, dan aturan hukum itu yang kita pegang,” cetusnya.
Baca Juga:
Dikatakan, nanti melalui Pemerintah Daerah, akan memfasilitasi pertemuan. Jika semua duduk bersama dan akan menjelaskan dari ATR, BPN Kota Ambon, sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran informasi.
Sementara terkait intimidasi, pihaknya mengaku tidak ada intimidasi yang dilakukan pihak TNI AU.
“Tidak demikian, dan tidak ada intimidasi. Itu dilakukan sesuai SOP. Dimana untuk melihat kondisi di lapangan terkait pemasangan plang oleh warga, maka sesuai SOP, ada atribut senjata yang dipegang oleh anggota,” kata dia.
“Dan sesuai arahan bapak Walikota juga, karena tidak mengajukan ijin pemasangan plang di tanah Negara. Mestinya harus ada koordinasi. Dengan itu sehingga hasil kesepakatan dengan Walikota kemarin sore, yang ada di tanah TNI itu kan dicabut pihak TNI AU,” tandas Danlanud.
Dia mengakui, bahwa TNI AU diberikan kuasa untuk menjaga lahan milik Pemerintah RI cq Kementrian Pertanahan/TNI AU.
“Jadi TNI AU hanya dikuasakan untuk menjaga tanah tersebut. Tanah itu namanya SHP, karena tidak mungkin menjadi hak milik dan itu institusi Negara yang mempunyai tanah Negara itu,” tegas Danlanud.
Menurutnya, sebagian Wailawa dan sebagian Air Sakula itu, dulunya adalah daerah Laha sebelum konflik. Dan setelah konflik, karena banyak ditempati.warga Nasrani, di Wailawa dan Kampung Pisang itu, sehingga seolah-olah sekarang menjadi bagian dari Tawiri.
“Tapi sebenarnya, ini dulu masuk areal Laha semua sebelum konflik. TNI AU karena adanya perintah Lanud Pattimura, adanya perintah dari pimpinan, kita melakukan pendataan terhadap warga yang tinggal disebagian areal yang kita sebutkan,”tuturnya.
Baca Juga:
Dahulu, tambahnya, orang yang tinggal di Tawiri dan Wailawa, adalah para prajurit TNI AU dan para PNS TNI AU yang diberikan tanah tersebut. Sambil turut mengamankan tanah Negara.
Hari ini, justru menjadi seolah-olah ingin menjadi hak milik mereka. Padahal, waktu itu diberikan kesempatan Komandan AU untuk tinggal di situ mengamankan tanah Negara. Yang mana mereka hanya dijinkan untuk membangun, dan bukan untuk diperjualbelikan.
Tapi dalam penggunaan, mereka menemui pihak DPRD. DPRD kemudian mengeluarkan rekomendasi rapat Tanggal 18 Oktober dan di rapat tersebut Lanud tidak Diundang dan tidak dilibatkan.(TM-01)
Discussion about this post