Bula, TM.- Polres SBT di Praperadilan oleh terduga pelaku penganiayaan atas nama Silfester Rahayaan, Yosep Rahayaan, dan Bonifasius Kolatlena.
Melalui Kuasa Hukum mereka, Abdul Gafur Rettob menjelaskan, sesuai prosedur penyelidikan, penetapan tersangka hingga dilakukannya penahanan terhadap kliennya oleh Penyidik Satreskrim Polres SBT, belum memenuhi prosedur penyelidikan.
Dalam rilis yang diterima Timesmaluku.com, Kuasa Hukum menyebutkan, kronologi peristiwa terjadinya penganiayaan pada Rabu (16/6/2021), sekitar pukul 20.00 WIT, para pemohon (terduga pelaku) yang
terbangun dari tidurnya pada pukul 22.00 WIT.
Mereka mendengar suara mesin jonson, yang ternyata berasal dari rumah saudara Mario Kartono Delima (terduga korban). Mereka duduk di depan teras Rumahnya yang berjarak dua meter dari rumah korban, sambil main hanphone.
Namun tiba-tiba mendengar kata cacian. Cacian itu disampaikan korban entah. Tidak diketahui ditujukan untuk siapa.
Pemohon kemudian menghampiri korban. Korban dipukul menggunakan kepalan tangan kanan. Hanya satu kali pukulan. Pukulan itu mengenai dibagian dada dan bagian wajah korban, yang mengakibatkan korban terjatuh.
Para Pemohon kembali ke rumah masing-masing. Dan atas kronologis itu, Tim penyidik Satreskrim Polres SBT mengeluarkan surat perintah penyidikan pada Tanggal 09 Agustus 2021.
“Ketiganya langsung ditetapkan sebagai tersangka, pada tanggal 13 Agustus 2021. Ini yang menurut kami penanganan kasusnya diduga tidak cukup bukti,”ujar Kuasa Hukum.
Terkait status tersangka, kata Kuasa Hukum, terlalu dini. Karena Penyidik belum melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orang saksi pada tahap penyidikan.
“Dari Tanggal 9-13 Agustus, belum ada saksi yang diperiksa, ataupun saksi yang diperiksa belum memenuhi unsur dalam Pasal 184 KUHAP. Saksi yang diperiksa hanya istri dan anak angkat korban,”tuturnya.
Memperhatikan prosedur hukum yang berlaku, sebagaimana menurut Hukum Acara Pidana dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014 bahwa frasa “bukti permulaan”, frasa “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP oleh Mahkamah Konstitusi, dinyatakan harus dimaknai sebagai “minimal dua alat bukti” sesuai dengan Pasal 184 KUHAP.
Hanya saja dalam melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Pemohon, Polisi menyebutkan, bahwa berdasarkan bukti permulaan yang cukup, sesungguhnya sudah di tafsirkan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa harus terdapat dua alat bukti yang cukup, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP.
“Atas dasar itu, Pemohon mengajukan permohonan praperadian dan telah diterima di kepanitraan Pengadian Dataran Hunimoa tanggal 19 Agustus 2021, Perkara Nomor: 1 / Pid.Pra/2021/PN.Dth. dan Senin (23/8/2021) sidang dijadwalkan Tanggal 3 September 2021 di PN Dataran Hunimoa, SBT,”ujarnya.
Persidangan ditunda hanya lantaran Kasat Reskrim Pores SBT tidak menghadiri persidangan dengan alasan sedang cuti. Sehingga sidang dijadwalkan kembali pada Jumat 10 September 2021.
“Yang melakukan penyidikan itu Tim Penyidik dan bukan perseorangan, dan bila Kasat Reskrim tidak hadir, maka bisa diwakilkan oleh Tim yang menangani kasus tersebut,”tandas Kuasa Hukum. (TM-01)
Discussion about this post