Ambon, TM.- Universitas Pattimura kembali mengukuhkan dua guru besarnya. Pengukuhan rencananya dilakukan di lantai II Aula Gedung Rektorat Unpatti, Senin (11/9/2023).
Mereka yang dikukuhkan, adalah Professor DR Charlotha Irenny Tupan, S.Pi.M.Si. Irenny, Guru Besar dalam bidang ilmu Sumber Daya Perairan pada fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Sementara Professor Dr. Drs. Jusuf Madubun, M.Si. Guru Besar dalam bidang ilmu Administrasi Publik pada fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pattimura Ambon.
Dalam pengukuhan itu, Prof. Dr. Charlotha Irenny Tupan, S.Pi.M.Si dalam karya ilmiahnya mengangkat judul tentang, “Sumber Daya Lamun, Potensi dan Kontribusi terhadap Lingkungan dan Manusia serta Keterancamannya juga Pengelolaannya”.
Sementara Prof. Dr. Drs. Jusuf Madubun, M.Si, dengan karya ilmiahnya tentang “Tata Kelola Pelayanan Publik Daerah Kepulauan: Perspektif Ekologi Administrasi”.
Dalam pidatonya, Charlotha Irenny Tupan, menyoroti soal Lamun atau Aigres. Ini salah satu sumber daya dan ekosistem penting di perairan, khusus perairan pesisir dan laut, tetapi kurang menjadi perhatian bahkan merupakan salah satu ekosiatem yang terpinggirkan.
Padahal, kata dia, Lamun memiliki banyak manfaat dan kontribusi yang cukup besar terhadap lingkungan maupun manusia.
“Untuk itu, karena Lamun ini tidak mendapat perhatian padahal meski dia hanya tanaman kecil, namun dia punya kontribusi yang cukup besar dan itu perlu diangkat untuk bisa menjadi perhatian,”katanya.
Sementara Jusuf Madubun, dalam karya ilmiahnya menuturkan, salah satu tujuan pemberlakuan desentralisasi pemerintahan, adalah untuk meningkatkan pelayanan publik. Namun demikian, penerapan desentralisasi di Indonesia saat ini, belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
Kondisi tersebut diasumsikan disebabkan minimal dua hal. Pertama; pemerintah pusat terkesan setengah hati dalam memberlakukan desentralisasi, akibat pengalaman buruk praktik desentralisasi di awal era reformasi
berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999.
Undang Undang ini memberikan otonomi seluas-luasnya kepada daerah yang pada akhirnya kontraproduktif, seperti adanya disharmoni hubungan eksekutif dan legislatif di daerah, ketegangan hubungan provinsi dan kabupaten kota, konflik
horizontal di berbagai daerah, fanatisme kedaerahan dan etnosentrisme berlebihan yang menjurus kepada disintegrasi nasional.
Kedua, lanjut Madubun, model keseragaman pemberlakuan desentralisasi di seluruh daerah, sejak masa orde baru ketika diberlakukan UU No. 5 Tahun 1974, masih dipertahankan sampai saat ini, padahal secara realitas daerah-daerah di Indonesia memiliki tingkat keragaman yang tinggi dari berbagai aspek, termasuk dari aspek fisik geografis.
“Ditinjau dari aspek geografis, daerah-daerah di Indonesia
memiliki dua karakter, yaitu daerah dengan ciri daratan, dan daerah dengan ciri kepulauan. Dengan latar fisik geografis kepulauan, warga mengalami kesulitan untuk mendapatkan layanan publik yang optimal,”ujarnya.(TM-01)
Discussion about this post