Ambon, TM. – Potensi kekayaan intelektual (KI) Maluku, sangat besar. Meski demikian, Maluku, salah satu Provinsi dengan angka perlindungan KI paling rendah, jika dibandingkan dengan Provinsi lainnya.
Hal itu dapat dilihat dari praktik promosi dan peredaran barang palsu atau tiruan atas barang KI, masih marak terjadi disini. DJKI bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kemenkumham Maluku, menggelar Mobile Intellectual Property Clinic (MIC) atau Klinik KI Bergerak, untuk meningkatkan pemahaman masyarakat atas pelindungan KI.
MIC memungkinkan masyarakat sebagai pemohon, dapat melakukan konsultasi tatap muka dengan para ahli kekayaan intelektual dan mengikuti diseminasi dan edukasi KI.
“Ini dilakukan untuk mendorong pelindungan KI yang belum maksimal di Maluku,”jelas Staf Ahli Menteri Bidang Politik dan Keamanan Kementerian Hukum dan HAM RI, Ambeg Paramarta, dalam acara yang berlangsung di Ambon, sejak Senin hingga Selasa (5-6/7/2022) itu.
Dia berharap, kegiatan ini mampu mengakselerasi potensi KI dari segi kuantitas maupun kualitas permohonan, dan menjadikan KI sebagai salah satu pilar penopang pembangunan dan peningkatan ekonomi secara nasional.
Dia mengaku, sejak Tahun 2000 hingga 2021, telah terdata kurang lebih 1.109.719 permohonan kekayaan intelektual dari dalam negeri baik dari merek, paten, desain industri dan hak cipta. Dimana ini menunjukan peningkatan yang konsisten dari Tahun ke Tahun.
“Namun kondisi ini perlu untuk didorong pertumbuhannya, mengingat potensi KI Maluku juga sangat besar. Tetapi kendala kita sebenarnya soal keterbatasan jangkauan internet dan tingkat pendidikan yang belum merata,” tandas dia.
Menurut dia, diperlukan adanya perpanjangan tangan dan skema kolaborasi dengan segenap stakeholder, agar dapat menjangkau peningkatan pelindungan produk KI. Dekaligus layanan KI, hingga ke seluruh pelosok wilayah di Indonesia.
kontribusi KI dalam sektor ekonomi kreatif bagi Produk Domestik Bruto (PDB) pada Tahun 2021, mencapai 7 persen atau Rp. 1.300 triliun. Dan itu menyerap sebanyak 17 juta tenaga kerja. Sehingga menempatkan Indonesia pada posisi ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan, dalam persentase kontribusi ekonomi kreatif berbasis KI terhadap PDB Negara.
Hal ini, sambungnya, mengindikasikan sektor ekonomi kreatif berbasis KI ini, tidak bisa diremehkan. Karena memberikan dampak yang nyata bagi ekonomi nasional. “Namun memang, sebagian besar pelaku usaha (88,95 persen) di Indonesia, belum memiliki hak atas KI,”terangnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Maluku, H M Anwar menambahkan, bahwa MIC bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemandirian dalam pengajuan permohonan KI serta mendorong pertumbuhan permohonan kekayaan intelektual, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Kegiatan yang bertujuan meningkatkan pemahaman kepada publik, dapat terwujud pemahaman dan kesadaran akan manfaat kekayaan intelektual kepada masyarakat tentang hak cipta, dan kekayaan intelektual lainnya di Kota Ambon, dan Maluku secara umum.
“Itu tentunya akan mendorong kemajuan ekonomi daerah dan bangsa, agar dapat bersaing di kancah Internasional,”katanya.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Ambon, Yan Suitela mewakili Walikota Ambon mengatakan, sebagai kota musik, dimana musik sebagai hasil karya cipta, yaitu bagian dari kekayaan intelektual yang dapat memberikan kesejahteraan dan pelindungan hukum.
Sekaligus menjamin keberlangsungan kegiatan seni, tanpa takut pembajakan. “Seluruh instansi terkait dijajaran Pemerintah Kota, akan ikut mempromosikan dengan melakukan pendaftaran dan pencatatan potensi KI yang ada disekitar Ambon. Baik terhadap hasil karya cipta, merek, paten, dan kekayaan intelektual lainnya,”ujarnya. (TM-01)
Discussion about this post