Ambon, TM.- Anggota DPRD Provinsi Maluku, Ismail Marasabessy, menyoroti belum diakomodasinya wilayah hutan adat dalam dokumen Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Maluku. Ia menilai absennya pengakuan terhadap tanah ulayat berpotensi mengabaikan hak-hak masyarakat hukum adat, khususnya di Seram Bagian Barat (SBB).
“Dalam dokumen RTRW, saya melihat masih banyak wilayah adat yang tidak tercantum secara resmi. Ini tentu menjadi ancaman serius bagi eksistensi dan hak masyarakat adat,” kata Ismail kepada wartawan di Baileo Rakyat, Karang Panjang, Ambon, Rabu (16/7/2025).
Politisi Partai NasDem yang duduk di Komisi I DPRD Maluku ini menyebut bahwa sebagian besar tanah adat masih diklaim sebagai tanah negara. Menurutnya, kondisi ini tidak hanya menyulitkan masyarakat adat dalam mengelola wilayahnya, tetapi juga berpotensi menghapus jejak historis dan identitas kultural yang melekat pada tanah tersebut.
“Tanah-tanah itu bukan sekadar aset, tetapi simbol identitas dan jati diri masyarakat adat. Kalau bukan kita yang perjuangkan, siapa lagi?” tegasnya.
Ismail mendesak Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat agar lebih proaktif dalam memperjuangkan hak ulayat masyarakat di tingkat provinsi. Ia menilai, komunikasi antara pemerintah kabupaten dan provinsi dalam pembahasan peta wilayah RTRW masih belum optimal.
“Pemkab SBB jangan hanya menunggu. Harus ada inisiatif untuk menyusun strategi dan menyuarakan keberadaan wilayah adat agar tidak terpinggirkan dalam tata ruang provinsi,” imbuhnya.
Ia juga mendorong adanya sinergi lintas sektor, mulai dari DPRD, pemerintah daerah, hingga pemerintah pusat, untuk menjamin perlindungan hukum atas hutan adat.
“Negeri-negeri adat di SBB harus diberikan ruang dan otonomi untuk mengelola hutan adat mereka. Ini bagian dari kedaulatan masyarakat adat yang harus dihormati negara,” ujarnya.(TM-02)