Ambon, TM.- Nasib sial dialami Welem Wattimena. Saat ini, Politisi Demokrat Maluku itu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Sat Narkoba Polresta Pulau Ambon dan Pp Lease atas keterlibatnya dalam dunia narkotika.
Anggota DPRD Provinsi Maluku aktif itu ditetapkan tersangka, Rabu 10 Maret 2021. Ia ditangkap di Bandara Pattimura. Dari tangan Welem disita sebuah alat hisap Narkoba jenis sabu-sabu.
AKP Jufri Kasat resnarkoba Polresta Ambon dan Pulau-Pulau Lease menjelaskan, politisi Partai Demokrat itu kedapatan membawa alat hisap sabu atau cangklung. “Tersangka ditahan di Bandara Pattimura bersama barang bukti cangklung Senin (8/3). Tes urine nya positif, uji labfor cangklung juga positif. Dua bukti ini menetapkan MZW alias Welem dari saksi menjadi tersangka,” akui Jufri kepada media ini, Jumat 12 Maret 2021.
Legislator ini langsung ditahan di Rutan Mapolresta Pulau Ambon. Tingga menunggu berkasnya perkaranya di rampungkan oleh penyidik untuk selanjutnya diserahkan ke Jaksa.
Welem disangkakan melanggar pasal 112 dan 127 Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Dimana, pasal 112 yang mengatur tentang larangan seseorang untuk memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika golongan I bukan tanaman secara tanpa hak atau melawan hukum.
Sedangkan pasal 127 mengatur tentang penyalah guna narkotika golongan I bagi diri sendiri yaitu perbuatan. “Berdasarkan pasal yang dilanggar, ancamannya seumur hidup atau paling minimal enam tahun dan paling lama 20 tahun,” tandas. Jufri.
Nasib Welem tentu sangatlah sial. Selain kasus narkoba yang menyeretnya, ternyata adik kandung Maikel Wattimena alias BMW itu juga terlibat dalam kasus dugaan korupsi. Kasus dimaksud adalah, kasus dugaan korupsi dana hibah untuk pembangunan Pastori IV GPM Waai, Kabupaten Maluku Tengah.
Kasus ini masih dalam status penyelidikan Kejati Maluku. Kejati Maluku optimisis akan menuntaskan kasus tersebut. “Masih Lid (Penyelidikan),” akui Sammy singkat.
Kasus ini sebelumnya, akui Kejati Maluku tinggal evalusi setelah Politisi Demokrat, Welem Watimena telah diperiksa jaksa dan disebut aktor dibalik korupsi pembangunan bangunan rohani itu.
“Sejumlah orang sudah diperiksa. Ya, termasuk dia (Welem Wattimena),” kata Asisten Intelejen Kejati Maluku, M Iwa (mantan) kepada media ini, sebelumnya.
Ia menyebut, saat ini penyelidikan terhdap kasus pastori Wai hampir kelar. Tinggal, dilakukan evaluasi atas rangkaian penyelidikan yang dilakukan penyelidik.
“Jadi sudah selesai. Tinggal evaluasi. Soal perbuatan pidana, nanti kita evaluasi dan analisa dulu,” jelas dia.
Diketahui, Badan Pemeriksa Keuangan RI dalam pemeriksaan terkait penggunaan dana Hibah pembangunan Pastori IV GPM Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, menemukan aliran dana sebesar Rp650 juta ke anggota DPRD Maluku asal Partai Demokrat, WW (Welem Wattimena)
Dana itu tidak diterima langsung oleh WW. Panitia pembangunan Pastori menyerahkan uang itu melalui dua orang. Tahap pertama dan kedua, uang diserahkan kepada asisten pribadi WW, berinisial ML. Sementara penyerahan tahap ketiga, diserahkan melalui saudaranya WW, SM.
Penyerahan juga dilakukan tiga tahap. Tahap pertama, panitia menyerahkan uang sebesar Rp150 juta, pada tanggal 5 Juni 2018. Tahap kedua kembali diserahkan pada tanggal 21 Juni 2018 sebesar Rp200 juta. Sedangkan tahap ketiga diserahkan pada tanggal 31 Januari 2019.
Dalam laporan hasil audit BPK yang dikantongi, juga dirincikan hasil pemeriksaan terhadap WW. Dalam pemeriksaan anggota DPRD Maluku itu, mengaku menerima dana bantuan hibah pembangunan Pastori sebesar Rp650 juta. Anehnya, bukan dibangun Pastori, dia justeru mengalihkan dana ini untuk pembangunan kantor Jemat GPM Waai.
Politisi Demokrat ini sendiri yang membelanjakan material bangunan, tanpa melibatkan panitia.
Dalam pemeriksaan, dia mengaku sudah menyerahkan pertanggungjawaban ke Pemerintah Provinsi Maluku Cq Bendahara Umum Daerah, melalui panitia pembangunan Pastori IV.
BPK tak berhenti pada keterangan WW. Mereka lalu meminta konfirmasi Bendahara Umum Daerah terkait pertanggungjawaban tersebut pada tanggal 9 Mei 2019.
Hasilnya, dokumen pertanggungjawaban tak pernah diterima Bendahara Umum. BPK berkesimpulan, penggunaan dana hibah sebesar Rp650 juta, tidak dapat diakui dan diyakini kewajarannya. (TM-02)
Discussion about this post