AMBON, TM.—Sejumlah pemuda asal Negeri Haya, Kabupaten Maluku Tengah, yang tergabung dalam Aliansi Baku Jaga Tanah mendatangi Kantor Gubernur Maluku, Kamis (18/9/2025).
Massa aksi menggelar unjuk rasa sekitar pukul 12.00 WIT dengan membawa spanduk bertuliskan “Perusahaan yang merusak sasi, masyarakat adat yang dikriminalisasi, dan bebaskan dua pemuda masyarakat Haya.”
Aksi ini sebagai bentuk protes atas dugaan kriminalisasi yang menimpa masyarakat adat di wilayah mereka.
Koordinator aksi, Irman, menegaskan Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa harus turun tangan langsung melindungi masyarakat adat dari intimidasi.
“Gubernur Maluku jangan hanya berjanji. Hendrik Lewerissa pernah janji turun ke Negeri Haya, tapi sampai hari ini tidak terbukti,” tegasnya.
Orator lain menilai Pemprov Maluku terkesan mengabaikan konflik yang terjadi di Negeri Haya. Mereka juga menuntut agar dua pemuda Haya yang saat ini menghadapi proses hukum segera dibebaskan karena dianggap sebagai bentuk kriminalisasi.
“Kami datang untuk menyuarakan ketidakadilan. Pemerintah tidak boleh tinggal diam melihat masyarakat adat ditindas,” seru salah seorang peserta aksi.
Menanggapi tuntutan tersebut, Asisten I Setda Maluku, Djalaludin Salampessy, menyatakan aspirasi pemuda Haya akan diteruskan kepada Gubernur untuk ditindaklanjuti.
Dalam aksi itu, massa menyampaikan enam poin tuntutan, yaitu: Mendesak Gubernur Maluku segera turun ke Negeri Haya dan mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin PT Waragonda Mineral Pratama.
Kedua, menolak segala bentuk negosiasi, dengan tegas menuntut agar tambang dihentikan. Ketiga, membebaskan Ardi dan Hina, dua pemuda adat Negeri Haya yang ditahan tanpa dasar hukum yang adil.
Keempat, menghentikan kriminalisasi masyarakat adat pejuang lingkungan. Kelima, mengakui dan melindungi wilayah adat sesuai prinsip hak asasi manusia dan hukum adat, dan keenam, mendesak DPR RI segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat.
Usai pertemuan dengan perwakilan Pemprov Maluku, massa membubarkan diri dengan tertib.(TM-04)