AMBON, TM.— Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku dijadwalkan menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan sejumlah pihak terkait insiden patahnya tongkang milik PT Batutua Tembaga Raya (BTR) di perairan Pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD).
Rapat tersebut akan dilaksanakan pada Selasa (21/10/2025) dan akan menghadirkan pihak perusahaan, Dinas Lingkungan Hidup, serta Inspektur Pertambangan untuk meninjau hasil kajian atas dugaan pencemaran lingkungan.
“Besok kami akan RDP dengan PT Batutua, Dinas Lingkungan Hidup, dan Inspektur Pertambangan. Kami ingin mengetahui hasil kajian yang sebenarnya terkait patahnya tongkang bermuatan material tambang itu,” kata Wakil Ketua Komisi II DPRD Maluku, John Laipeny, saat ditemui di Gedung Balai Rakyat, Karang Panjang Ambon, Senin (20/10/2025).
Menurut Laipeny, langkah itu merupakan tindak lanjut dari berbagai aksi protes masyarakat yang menilai patahnya tongkang milik PT Batutua telah menyebabkan pencemaran laut di sekitar Pulau Wetar.
“Kita harus utamakan kepentingan rakyat. Suara masyarakat sudah jelas melalui aksi protes di DPRD Maluku. Ini tidak bisa diabaikan,” ujarnya.
Ia menambahkan, pada rapat sebelumnya, PT Batutua tidak hadir dan hingga kini DPRD Maluku belum menerima hasil kajian resmi dari pihak independen.
“Yang kami terima hanya laporan dari pihak perusahaan sendiri, dan itu tidak bisa dijadikan dasar karena bersifat sepihak,” tegasnya.
Usai pelaksanaan RDP, Komisi II DPRD Maluku berencana meninjau langsung lokasi patahnya tongkang bersama Dinas Perikanan dan sejumlah ahli lingkungan.
Langkah itu dilakukan untuk memastikan sejauh mana dampak insiden tersebut terhadap ekosistem laut di kawasan Pulau Wetar.
“Sampai sekarang kami belum punya data pembanding. Karena itu, besok PT Batutua wajib hadir dengan data pendukung yang lengkap. Dinas Lingkungan Hidup juga harus membawa data valid agar kita tahu apakah benar terjadi pencemaran atau tidak,” tutur Laipeny.
Ia menegaskan, DPRD Maluku akan terus mengawal persoalan ini hingga ada kejelasan ilmiah dan pertanggungjawaban dari pihak perusahaan.
“Kami ingin hasil yang objektif dan transparan supaya masyarakat mendapat kepastian, dan jangan sampai muncul kesan persoalan ini ditutup-tutupi,” pungkasnya. (TM-02)