Ambon, TM – Ketua Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Irawadi, menyoroti dugaan tumpahan oli bekas yang mencemari kawasan pesisir Teluk Ambon.
Dugaan ini mencuat setelah masyarakat melaporkan munculnya bercak hitam menyerupai oli di sepanjang pantai Negeri Hative Besar, sejak akhir Oktober lalu.
Menindaklanjuti laporan tersebut, DPRD Maluku berencana memanggil sejumlah instansi terkait, termasuk Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku, serta Pemerintah Negeri Hative Besar untuk dimintai penjelasan.
“Dari sumbernya kita belum tahu, dari kapal mana. Yang pasti ini masih ada sisa tumpahan yang terlihat di pantai. Nanti kita akan berkoordinasi dengan dinas terkait, termasuk KSOP yang punya kewenangan dalam urusan kapal, dan juga lingkungan hidup,” ujar Irawadi, kepada wartawan saat meninjau lokasi kejadian, Senin (3/11).
Menurutnya, DPRD akan menjadwalkan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II dan Komisi III mengingat persoalan ini melibatkan dua bidang, yakni lingkungan hidup dan perhubungan laut.

“Nanti kita akan agendakan rapat bersama dengan Komisi III dan Komisi II. KSOP ini ada di Komisi III, sementara lingkungan hidup di Komisi II,” jelasnya.
Lebih lanjut, Irawadi menegaskan DPRD akan mendorong pembentukan peraturan daerah (perda) tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) untuk memperkuat pengawasan di wilayah perairan.
“Ini bukan pertama kali terjadi. Jadi kita akan bentuk perda terkait B3. Ini termasuk bahan berbahaya dan beracun. Kemarin kita baru sahkan perda tentang pengelolaan sampah, tapi untuk B3 ini belum. Karena kalau di laut kewenangannya ada di provinsi, maka akan kita tindak lanjuti lewat perda tentang B3,” tandasnya.
Sementara itu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku mengaku, telah mengambil sampel air laut dan bahan yang diduga oli di lokasi kejadian untuk diuji di laboratorium. Hasil pengujian diperkirakan keluar dalam dua pekan.
“Dari pengambilan sampel, baik air laut maupun bahan yang diduga oli itu, sementara kita uji di laboratorium. Untuk hasilnya biasanya sekitar 14 hari. Jadi kemungkinan hasilnya bisa kita sampaikan saat RDP nanti,” ujar Sylvia, Pengawas DLH Provinsi Maluku, di lokasi pantai Hative Besar.
Ia menambahkan, saat tim DLH turun ke lokasi, mereka juga memberikan imbauan kepada masyarakat agar sementara waktu tidak mandi atau melaut di sekitar area tersebut.
“Kemarin waktu kami turun, kami lihat ada anak-anak mandi di pinggir pantai. Kami langsung arahkan untuk sementara jangan mandi dulu di laut, juga nelayan diimbau jangan melaut dulu karena kondisi laut kurang bagus,” ungkapnya.
Menurut Sylvia, sebaran bahan yang mencemari pantai diperkirakan mencapai sekitar 100 meter di pesisir Hative Besar. Meski demikian, pihaknya belum dapat memastikan sumber pasti dari bahan pencemar tersebut.
“Wilayah itu kan dilalui berbagai kapal, baik kapal besar maupun kapal nelayan lokal, jadi kami belum bisa menjustifikasi dari kapal mana sumbernya,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Maluku, Andre Werembinan, menduga pencemaran tersebut disebabkan oleh pembuangan limbah oli bekas dari kapal yang sempat berlabuh di kawasan itu.
“Kalau ini bisa dipastikan bukan minyak, tapi kemungkinan besar oli kotor atau sisa pemakaian. Sebab jika kita lihat dari senyawa yang menempel di batu-batu pantai, ada semacam karatan yang biasa muncul dari sisa oli mesin. Jadi kalau ada informasi ini minyak Pertamina, itu tidak benar. Orang Ambon bilang ini ‘oli kotor’,” pungkas Werembinan. (TM-02)
















