Ambon, TM — Presiden Jong Ambon FC, Rhony Sapulette, melayangkan kritik keras terhadap kepemimpinan Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Maluku yang dinilainya jauh dari prinsip tata kelola organisasi yang baik.
Ia menilai arah kebijakan PSSI Maluku tidak berorientasi pada pembinaan prestasi maupun pengembangan talenta muda di daerah.
Menurut Rhony, Ketua Asprov PSSI Maluku “terlalu menikmati jabatan” dan tidak memberikan ruang bagi para pemerhati sepak bola yang ingin mendorong kemajuan olahraga ini di Maluku. Padahal, kontribusi eksternal justru sangat dibutuhkan untuk membangun fondasi sepak bola daerah.
“Harusnya dia bangga ada pemerhati sepak bola yang mau membantu membesarkan sepak bola di tanah Raja-Raja,” ujar Rhony dalam rilisnya, Senin (24/11).

Ia mengungkapkan, seluruh fasilitas pembinaan Jong Ambon FC selama ini ia biayai sendiri. Hal itu meliputi penyediaan bus, ambulans, perlengkapan latihan, sepatu, jersey, hingga honor bulanan pemain.
Menurut Rhony, tidak banyak pihak yang bersedia menanggung biaya operasional klub secara pribadi seperti yang ia lakukan.
Rhony menuding Ketua Asprov PSSI Maluku tidak memenuhi standar integritas kepemimpinan sebagaimana diatur dalam Statuta PSSI.
Ia menyebut organisasi dikelola secara sepihak, tanpa rapat rutin, tanpa kongres tahunan, dan diwarnai banyaknya pengurus yang mengundurkan diri.
Padahal, kongres tahunan adalah forum resmi untuk mempertanggungjawabkan laporan kinerja dan keuangan, termasuk dana dari iuran anggota, sponsor, denda kompetisi, retribusi pertandingan, hingga alokasi anggaran pemerintah.
Minimnya pembinaan sepak bola Maluku, lanjutnya, terlihat jelas dari absennya wakil Maluku di Liga 3 dan Liga 4 nasional pada 2023 dan 2024. Kondisi ini menunjukkan stagnasi serius dalam pengembangan kompetisi lokal.
Rhony juga menjelaskan bahwa sengketa hukumnya dengan Asprov PSSI Maluku masih bergulir di tingkat kasasi Mahkamah Agung. Sengketa tersebut terkait dugaan perbuatan melawan hukum atas tidak diikutsertakannya Jong Ambon FC dalam Liga 4 tahun 2024 meski klub telah membayar biaya pendaftaran.
Keputusan itu, menurutnya, sangat merugikan klub yang telah melakukan persiapan selama lima bulan. Bahkan, keputusan itu dinilai telah merampas kesempatan para pemain muda Maluku untuk berkompetisi dan mengejar mimpi mereka di level nasional.
Rhony juga mempertanyakan keputusan Kongres Asprov yang digelar Sabtu lalu, terutama terkait rencana pencabutan lisensi kepelatihan Gafar Lestaluhu. Ia menegaskan langkah tersebut bertentangan dengan Statuta PSSI 2025.
“Ketua Asprov harus baca benar Pasal 28 Statuta terbaru. Tidak ada agenda pencabutan lisensi pelatih dalam kongres biasa. Kongres tidak dapat membuat keputusan di luar agenda,” tegasnya.
Jika keputusan itu tetap dipaksakan, Rhony memperingatkan bahwa Asprov PSSI Maluku berpotensi menghadapi persoalan hukum baru.
Pernyataan Rhony menambah panjang daftar kritik terhadap tata kelola sepak bola di Maluku, yang dinilai belum menunjukkan perbaikan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. (TM-02)















