AMBON, TM— Tragedi keracunan massal akibat konsumsi Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa lebih dari 100 siswa di Desa Kairatu, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Maluku, Senin (20/10/2025), memicu keprihatinan dan sorotan tajam dari berbagai pihak.
Korban keracunan diketahui berasal dari SD Inpres Talaga Ratu, MI 2 Kairatu, dan salah satu PAUD di Desa Kairatu. Peristiwa ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik para siswa, tetapi juga menimbulkan trauma psikologis bagi anak-anak dan kekhawatiran mendalam di kalangan orang tua.
Anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Ismail Marasabessy, menilai insiden tersebut menjadi peringatan serius bagi pemerintah daerah untuk mengevaluasi total pelaksanaan program MBG.
“Keracunan di SBB ini sangat berpengaruh terhadap psikologis anak-anak kita. Banyak dari mereka kini enggan menyantap makanan bergizi gratis itu,” ujar Marasabessy di Gedung DPRD Maluku, Karang Panjang, Ambon, Rabu (22/10/2025).
Menurutnya, program yang sejatinya bertujuan menyehatkan siswa justru menimbulkan ketakutan baru di tengah masyarakat. Ia menyebut banyak orang tua kini melarang anak-anak mereka untuk mengonsumsi MBG yang disediakan di sekolah.
“Ini ironis. MBG yang seharusnya menyehatkan malah jadi ancaman. Karena itu, orang tua sekarang sudah wanti-wanti agar anak-anak mereka tidak lagi makan MBG,” katanya.
Politisi Partai NasDem asal daerah pemilihan SBB itu meminta pemerintah melakukan audit menyeluruh terhadap sistem penyediaan dan distribusi makanan dalam program MBG.
Ia menegaskan, jika program ini benar-benar dimaksudkan untuk menyehatkan anak-anak, maka harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan pengawasan ketat.
“Kalau MBG benar-benar bergizi, jalankan dengan tanggung jawab. Tapi kalau malah menjadi racun, lebih baik dihentikan,” tegasnya.
Marasabessy juga mengungkapkan bahwa program MBG masih dalam tahap awal dan baru diterapkan di beberapa wilayah seperti Kairatu, Waimital (Gemba), dan Hatusua, sementara daerah lain belum mendapat jatah. Ia menilai perlu ada jeda evaluasi sebelum program diperluas ke seluruh kabupaten.
Sebagai alternatif, ia mengusulkan agar pengelolaan anggaran MBG diserahkan langsung ke sekolah agar pihak sekolah dapat bertanggung jawab penuh terhadap kualitas makanan yang disajikan.
“Sekolah tentu tidak mungkin memasak makanan untuk meracuni muridnya sendiri. Jadi sebaiknya dana dikelola langsung oleh sekolah dengan pengawasan dari pemerintah dan orang tua,” ujarnya.
Diketahui, pengelolaan dapur MBG di wilayah tersebut berada di bawah tanggung jawab Eko Bidiona, dari Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Al-Barqah Nahdliyin Waimital, yang berlokasi di Jalan Trans Seram, Kecamatan Kairatu.
Hingga kini, pihak kepolisian dan Dinas Kesehatan SBB masih melakukan penyelidikan terhadap sumber keracunan, termasuk memeriksa sampel makanan yang telah dikirim ke Balai POM Ambon untuk diuji laboratorium.
Marasabessy mendesak Polres SBB agar segera menuntaskan penyelidikan tersebut dan menindak tegas pihak yang lalai.
“Ini bukan sekadar kelalaian administratif, tapi sudah menyangkut nyawa anak-anak. Dapur penyedia makanan itu harus dievaluasi dan dicabut izinnya,” pungkasnya. (TM-02)