Ambon, TM.— Komisi II DPRD Provinsi Maluku secara tegas menolak aktivitas pertambangan yang dilakukan PT Batu Licin di Ohoi Nerong, Pulau Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara.
Penolakan ini dilatarbelakangi oleh temuan bahwa perusahaan tersebut belum mengantongi dokumen penting seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Anggota Komisi II, Suleman Letsoin, menyampaikan bahwa aktivitas pertambangan yang dijalankan PT Batu Licin tidak hanya menyalahi aturan, tetapi juga berpotensi merusak ekosistem pulau dan membahayakan kehidupan masyarakat setempat.
“Kami menolak operasional PT Batu Licin Aspal di Kei Besar karena mereka tidak memiliki izin yang sah, baik AMDAL maupun IUP,” kata Letsoin dalam rapat Komisi II di Baileo Rakyat Karang Panjang, Ambon, Rabu (11/6/2025).
Menurut Letsoin, hasil inspeksi lapangan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mengakui belum memiliki perizinan resmi, meskipun telah menandatangani kontrak kerja sama dengan masyarakat selama 15 tahun. Namun, DPRD menilai kesepakatan itu tidak cukup sebagai dasar legal untuk menjalankan aktivitas tambang.
“Kontrak itu bukan pengganti izin formal. Tanpa kajian dampak lingkungan, eksploitasi seperti ini bisa menghancurkan ekosistem, sebagaimana yang pernah terjadi di negara kepulauan seperti Nauru,” ujarnya.
Komisi II juga mempertanyakan transparansi tujuan pengangkutan batuan dari lokasi tambang. Perusahaan mengklaim batu tersebut untuk mendukung program food estate di Papua Selatan, namun tidak ada dokumen resmi yang membuktikan keterkaitan tersebut.
“Hingga kini, tidak ada bukti otentik bahwa batu dari Kei Besar digunakan untuk proyek strategis nasional. Semuanya masih asumsi sepihak,” tegas Letsoin.
Atas dasar itu, Komisi II meminta agar seluruh aktivitas tambang dihentikan sementara. Pemerintah daerah diminta melakukan kajian akademis menyeluruh dengan melibatkan ahli lingkungan dan geologi untuk menilai potensi sekaligus risiko yang mungkin timbul.
“Perlu ada kajian ilmiah untuk memastikan jenis material yang ditambang. Ini bukan semata soal batu, bisa saja ada kandungan mineral yang lebih bernilai dan butuh pengelolaan ketat,” jelas Letsoin.
Ia menekankan bahwa sikap DPRD bukan anti terhadap investasi, melainkan bentuk tanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan serta melindungi masyarakat adat di kawasan pesisir dan pulau kecil.
“Kita tidak menolak investasi, tapi investasi yang mengabaikan lingkungan dan keselamatan masyarakat tak bisa dibiarkan. Kei Besar harus dilindungi,” ujarnya.
Komisi II juga akan menjadwalkan rapat lanjutan bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas ESDM Maluku untuk menelaah legalitas dan dampak pertambangan. Selain itu, hasil pengawasan akan diteruskan ke Komisi VII DPR RI agar persoalan ini mendapat perhatian di tingkat nasional.
“Ini akan kami bawa ke Komisi VII DPR RI. Jangan sampai birokrasi yang lalai dan investasi yang serakah menghancurkan masa depan Kei Besar,” tutup Letsoin.(TM-02)