Malra, TM.— Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku menggelar Konsultasi Publik II Revisi Rencana Zonasi Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K) Pulau Kei Kecil dan perairan sekitarnya, Kamis (16/10/2025).
Kegiatan tersebut berlangsung di Aurelia Hotel Kimson, Langgur, Kabupaten Maluku Tenggara itu dibuka oleh Wakil Bupati setempat, Charlos Viali Rahantoknam.
Kegiatan tersebut terselenggara atas kerjasama DKP Maluku dengan Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong ini, merupakan bagian dari Project Implementation Unit (PIU) Oceans for Prosperity Project Lautra (Insan Terang).
Program kerjasama ini mencakup beberapa wilayah diantaranya Provinsi Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Tujuannya meningkatkan pengelolaan kawasan konservasi perairan.
Wakil Bupati Maluku Tenggara, Charlos Viali Rahantoknam, dalam sambutannya mengakui pengelolaan konservasi Pulau Kei Kecil masih minim. Padahal kawasan itu telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6 Tahun 2016.
“Kawasan ini sudah cukup lama ditetapkan, tetapi dalam pengelolaannya belum dilakukan dengan baik,”ujar Rahantoknam.
Padahal menurutnya tujuan utama kawasan konservasi yaitu untuk melindungi, melestarikan, sekaligus mengelola potensi laut agar memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan budaya bagi masyarakat.
Rahantoknam menilai, kondisi tersebut membuat kawasan konservasi seolah tidak memiliki pengelola yang jelas. Pemerintah Kabupaten juga dibatasi apabila ingin mengelola kawasan itu karena berseberangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Undang undang itu membatasi kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan wilayah laut, sementara provinsi juga menghadapi keterbatasan menjangkau wilayah kepulauan yang luas.
“Potens nilai ekonomi kawasan ini sangat besar. Namun kita hanya menjadi penonton ketika sumber daya kita dieksploitasi oleh orang luar, “tuturnya.
Untuk itu, Wabup menekankan bahwa revisi rencana zonasi ini harus menjadi sarana untuk memperjelas tata kelola kawasan, termasuk pelibatan Masyarakat Hukum Adat (MHA).
“Masyarakat adat telah hidup berdampingan dengan alam jauh sebelum negara hadir. Pengakuan dan pelibatan mereka dalam pengelolaan kawasan akan memperkuat upaya pelestarian laut,” ungkapnya.
Peninjauan kondisi di lapangan juga harus dilakukan sebelum penetapan zona konservasi baru.
“Revisi ini harus didasari dengan data yang akurat sehingga Pemerintah Daerah berharap forum ini harus dimanfaatkan dengan baik sehingga keputusan yang diambil bisa memberikan jalan keluar yang baik pula, “tandasnya.
Kepala DKP Provinsi Maluku, Erawan Asikin, mengakui bahwa wilayah Pulau Kei Kecil merupakan kawasan konservasi pertama di Maluku sejak tahun 2016. Yang mana keberadaan kawasan konservasi tersebut merupakan bagian dari komitmen global dalam upaya menjaga keberlanjutan ekosistem laut.
“Banyak capaian telah diraih oleh Pulau Kei Kecil tetapi masih ada keterbatasan yang perlu kita benahi bersama,” tambahnya
Selain itu, secara global, dunia berkomitmen menjadikan 30 persen wilayah laut sebagai kawasan konservasi. Indonesia juga bertekad mencapai target itu pada tahun 2045.
Mengingat tata ruang wilayah Maluku, maka daerah ini bisa mengalokasikan 30 persen wilayah laut sebagai kawasan konservasi.(TM-03)