Ambon, TM.– Ketegangan internal dalam struktur adat Negeri Amahusu, Kota Ambon, kembali mencuat. Perwakilan Mata Rumah Boikeke, Ari Silooy, mendesak Pemerintah Kota Ambon segera menindaklanjuti proses Pergantian Antar Waktu (PAW) terhadap Ketua dan anggota Saniri Negeri Amahusu yang dinilai tidak lagi memiliki legitimasi.
Menurut Silooy, Wali Kota Ambon Bodewin Wattimena sebelumnya telah menyatakan komitmen untuk memproses PAW usai menghadiri agenda nasional Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI). Namun hingga kini, komitmen tersebut belum ditindaklanjuti secara nyata.
“Sudah ada rapat koordinasi internal Pemkot pada 23 Mei untuk membahas PAW, tapi hasilnya belum terlihat. Justru sehari setelahnya, Saniri kembali menggelar rapat sendiri tanpa melibatkan elemen lain,” kata Silooy di Ambon, Senin (9/6/2025).
Silooy juga mengkritik langkah Saniri Negeri Amahusu dalam proses penetapan calon raja yang dinilai menyimpang dari tatanan adat. Ia menuding calon raja yang diajukan—bernama Mesak—tidak memiliki garis keturunan yang sah menurut silsilah adat Negeri Amahusu.
“Mesak berasal dari garis keturunan perempuan dan ditetapkan sebagai Kepala Mata Rumah Maragasi, yang diklaim memiliki silsilah dari keluarga Silooy-Dacosta. Namun, hingga kini tidak ada bukti autentik yang menunjukkan hubungan genealogis tersebut,” ujarnya.
Menurut Silooy, tidak pernah ada sejarah atau bukti keberadaan Mata Rumah Maragasi dalam struktur adat Negeri Amahusu. Ia bahkan menyebut adanya upaya pemaksaan untuk mengesahkan mata rumah tersebut, yang diduga mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Ambon.
“Kabag Pemerintahan malah menyarankan voting dalam penetapan raja. Padahal, persoalan ini bukan sekadar mayoritas suara, tetapi soal kebenaran adat,” tegas Silooy.
Mata Rumah Boikeke, lanjut Silooy, tetap teguh pada prinsip bahwa mereka adalah satu-satunya unsur sah dalam mata rumah parentah. Mereka hanya mengakui tiga leluhur utama yakni Moyang Juma, Halla, dan Harman.
Pihaknya juga membantah tudingan bahwa mereka tidak pernah hadir dalam proses rapat penentuan calon raja.
“Kami tidak hadir karena sejak awal menolak keabsahan pembentukan Mata Rumah Maragasi. Apalagi kami sudah menetapkan Frangky Silooy sebagai Kepala Mata Rumah Parentah dan itu sudah diperkuat dengan SK dari Kepala Soa Parentah tertanggal 25 Februari 2024,” jelasnya.
Silooy menambahkan bahwa hingga kini SK pengakuan terhadap Mata Rumah Boikeke belum juga diterbitkan oleh pejabat raja. Sebaliknya, muncul dugaan bahwa SK justru telah diberikan kepada pihak yang mengatasnamakan Maragasi.
Atas kondisi ini, Mata Rumah Boikeke mendesak Wali Kota Ambon segera turun tangan untuk menegakkan keadilan adat dan menghentikan langkah yang dianggap menyimpang dari sejarah dan nilai-nilai kearifan lokal Negeri Amahusu.
“Kami hanya menuntut hak kami sebagai anak negeri. Jangan sampai pemerintah dianggap turut melanggengkan pelanggaran adat,” pungkas Silooy.