Ambon, TM.— Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku bersama jajaran kembali berhasil menyelesaikan dua perkara pidana melalui mekanisme Keadilan Restoratif (Restorative Justice/RJ). Kasus yang ditangani meliputi tindak pidana narkotika di Ambon serta penganiayaan di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD).
Pelaksanaan RJ berlangsung melalui video conference dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Rabu (27/8/2025), di ruang Vicon Pidum Kejati Maluku.
Hadir mewakili Kajati Maluku, Wakajati Abdullah Noer Deny, S.H., M.H, bersama Aspidum Yunardi, S.H., M.H, dan jajaran Bidang Pidum Kejati Maluku.
Perkara pertama berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon dengan tersangka Julius Samuel Koedoeboen alias Same (21) dan Dominggus Yusuf Rahabeat alias Dedy (28).
Keduanya ditangkap pada 20 Mei 2025 di kawasan Poka, Kecamatan Teluk Ambon, dengan barang bukti satu paket sabu seberat 0,1005 gram yang disembunyikan dalam casing telepon genggam. Hasil tes laboratorium juga menunjukkan keduanya positif menggunakan methamphetamine.
Kajari Ambon Riki Septa Tarigan, S.H., M.H menjelaskan, syarat penyelesaian perkara melalui rehabilitasi terpenuhi, di antaranya: barang bukti tidak lebih dari satu hari pemakaian, tersangka belum pernah melakukan tindak pidana, tidak berstatus DPO, serta adanya jaminan keluarga dan kesediaan tersangka untuk menjalani rehabilitasi.
“Penyelesaian perkara ini dilakukan karena para tersangka adalah korban penyalahgunaan narkotika, bukan bagian dari jaringan peredaran,” tegas Kajari.
Berdasarkan kesepakatan, keduanya akan menjalani rehabilitasi medis dan sosial selama empat bulan di RS Khusus Daerah Provinsi Maluku, serta kerja sosial berupa pembersihan rumah ibadah selama satu bulan.
Kasus Penganiayaan di MBD
Sehari sebelumnya, Selasa (26/8/2025), Kejari MBD mengajukan penghentian penuntutan perkara penganiayaan dengan tersangka Reicke Dores Lewanmeru alias Doris.
Kasus ini bermula saat tersangka dalam kondisi mabuk memukul keponakannya sendiri, Hosea Masela (15), karena tersinggung perkataan korban. Doris kemudian menyesal, meminta maaf, dan dimaafkan keluarga. Perdamaian pun tercapai.
Kasi Intel Kejari MBD menyebutkan, alasan RJ diberikan karena tersangka merupakan tulang punggung keluarga, belum pernah berurusan dengan hukum, dan perdamaian sudah terjalin.
Setelah paparan dari Kejari Ambon dan Kejari MBD, Tim Restoratif Justice JAM-Pidum menyetujui penghentian penuntutan terhadap kedua perkara. Pertimbangan diambil berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 serta SE Jaksa Agung Nomor 1 Tahun 2025, yang mengatur syarat RJ antara lain ancaman pidana di bawah 5 tahun, kerugian kecil, serta perdamaian para pihak.
Kasipenkum dan Humas Kejati Maluku, Ardi, menegaskan, keberhasilan RJ pada dua perkara ini merupakan wujud komitmen kejaksaan menghadirkan penegakan hukum yang humanis.
“Pendekatan keadilan restoratif bukan hanya menekankan penghukuman, tetapi juga pemulihan sosial, baik bagi korban, tersangka, keluarga maupun masyarakat,” jelasnya.(TM-02)