AMBON, TM — Komisi III DPRD Maluku menyoroti tajam kondisi keuangan daerah dalam pembahasan awal APBD 2026.
Pendapatan Provinsi Maluku yang pada 2025 tercatat sebesar Rp3,1 triliun diproyeksikan turun drastis menjadi hanya Rp2,4 triliun pada 2026. Sementara itu, belanja daerah justru diperkirakan mencapai Rp3,7 triliun.
Anggota Komisi III DPRD Maluku, Halimun Saulatu, menegaskan bahwa penurunan pendapatan otomatis berpengaruh pada pagu anggaran di setiap organisasi perangkat daerah (OPD). Karena itu, ia meminta OPD menyesuaikan program secara bertanggung jawab.
“Sekalipun pagu menurun, pelayanan dasar dan pelayanan publik tidak boleh terabaikan. Itu tetap menjadi prioritas. OPD wajib melakukan reorientasi program agar pelayanan tidak dikorbankan,” ujar Halimun dalam rapat di Balai Rakyat, Karpan, Ambon, Rabu (19/11).

Komisi III menilai bahwa peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi langkah paling realistis untuk menutup penurunan pendapatan.
Halimun menekankan bahwa Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) harus memberikan kontribusi nyata.
“Tidak ada cara lain selain meningkatkan PAD. Karena itu, BUMD seperti BPDM, Pancakarya, Maluku Energi, Dok Wayame, dan lainnya harus benar-benar menyetor PAD. Kalau tidak bisa, jangan jadi beban daerah,” ujarnya.
Ia menolak keras apabila BUMD justru meminta tambahan penyertaan modal di tengah kondisi fiskal yang serba terbatas.
“Keuangan daerah sedang berat. Jadi kalau ada BUMD yang tidak menghasilkan tetapi meminta modal, itu tidak boleh. BUMD harus mandiri,” tegasnya.
Dengan proyeksi belanja yang mencapai Rp3,7 triliun, pemerintah provinsi berpotensi menghadapi defisit besar yang mungkin memaksa pengambilan pinjaman daerah.
Halimun mengingatkan pemerintah agar tidak mengulangi kesalahan tata kelola pinjaman seperti yang pernah terjadi dalam skema SMI beberapa tahun lalu.
“Kalaupun pinjaman dilakukan, proyeknya harus jelas manfaatnya bagi masyarakat dan terukur. Tidak boleh hanya termonopoli oleh Dinas PU, tetapi juga harus diberikan kepada dinas lain yang bisa meningkatkan PAD maupun pelayanan publik,” katanya.
Ia menilai sektor kehutanan, pertanian, perikanan, perhubungan, serta sektor layanan masyarakat lainnya harus mendapat porsi pembiayaan yang adil apabila pinjaman daerah benar-benar dilakukan.
“Intinya, program harus bermanfaat, anggaran harus adil, dan tidak boleh ada proyek yang hanya menguntungkan satu sektor. Itu poin kami,” ujar Halimun. (TM-02)
















