AMBON, TM. — Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Lima Satu Seira (IKLAS) Ambon menggelar aksi damai di depan Gedung DPRD Provinsi Maluku, Kamis (12/6/2025).
Aksi ini digelar sebagai bentuk kepedulian terhadap meningkatnya eksploitasi hasil laut, khususnya praktik penangkapan telur ikan terbang di wilayah perairan Seira, Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Dalam aksinya, mahasiswa membawa sejumlah poster bertuliskan “Tolak Nelayan Andon”, “Berdayakan Nelayan Lokal”, “Stop Eksploitasi Laut Bumi Buan Lolar”, dan “Leluhur KKT Menangis Lihat Pengrusakan Laut”.
Mereka menuntut adanya perlindungan hukum atas wilayah laut adat yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat setempat.
“Kami tidak datang untuk sekadar protes. Ini adalah wujud cinta kami terhadap tanah leluhur. Laut adalah warisan yang harus dijaga, bukan dieksploitasi,” ujar Koordinator Lapangan, Lasarus Renly Terry.
Ia menuding kehadiran kapal-kapal nelayan andon asal Sulawesi yang menangkap telur ikan terbang secara masif telah merusak ekosistem laut dan meminggirkan nelayan lokal. Ia meminta pemerintah daerah turun tangan untuk membatasi aktivitas tersebut.
Wakil Ketua Umum IKLAS Ambon, Ayub Enus, mendesak DPRD Provinsi Maluku segera membentuk regulasi dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang tata kelola sumber daya kelautan dan perikanan. Ia menilai Ranperda tersebut penting untuk memberikan kepastian hukum kepada nelayan lokal dan menjaga hak ulayat masyarakat adat.
“Dengan adanya regulasi, eksploitasi laut bisa dikendalikan, dan hak masyarakat adat terlindungi. Jika tidak segera diatur, maka laut kami akan terus dirampas oleh pihak luar,” katanya.
Menanggapi aksi tersebut, Anggota Komisi II DPRD Maluku, Anos Yeremias, menyatakan bahwa isu nelayan andon di wilayah Seira bukan hal baru. Menurutnya, persoalan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat setempat.
“Ada masyarakat yang merasa terbantu, tetapi banyak juga yang dirugikan. Ini fakta lapangan yang kami temui. Kami di Komisi II tidak tinggal diam, bahkan anggota kami, Pak Andre Werembinan, telah turun langsung ke Seira untuk mengumpulkan data,” ujar Anos.
Ia menambahkan bahwa perjuangan untuk mengatur aktivitas nelayan andon melalui kebijakan pemerintah pusat menemui banyak hambatan, termasuk keterbatasan anggaran dan kewenangan.
“Soal pengawasan, kita harus koordinasi lintas institusi, mulai dari Lantamal IX Ambon hingga Lanal Saumlaki. Ini bukan perkara mudah, apalagi anggarannya belum tersedia,” jelasnya.
Anos mengajak semua pihak, termasuk mahasiswa dan masyarakat adat, untuk bersatu mendesak pemerintah pusat merevisi kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) yang dinilai tidak berpihak pada nelayan kecil.
“Kalau pusat tetap tutup mata, kita akan terus bersuara. Ini bukan hanya soal laut, tapi soal masa depan masyarakat adat di Maluku,” tegasnya.(TM-03)