Ambon, TM.— Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPD PDIP) Provinsi Maluku akan menggelar dialog publik guna membahas dampak kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat terhadap keberlangsungan pembangunan dan layanan publik di daerah.
Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung pada 17 Mei 2025, dengan mengangkat tema “Efisiensi Anggaran: Bagaimana Nasib Maluku?”
Ketua panitia pelaksana, Samson R. Atapary, dalam konferensi pers di Sekretariat DPD PDIP Maluku, Karang Panjang, Ambon, Kamis (15/5/2025), menjelaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran bukan sekadar relokasi dana antarsektor.
Lebih dari itu, tambah dia, telah terjadi pemangkasan signifikan terhadap dana transfer ke daerah, termasuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
“Dampaknya cukup besar karena Maluku sangat bergantung pada transfer pusat. Dari total APBD sekitar Rp3,2 triliun, hanya 25 persen bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selebihnya sangat bergantung pada pusat,” ujar Atapary.
Dari hasil identifikasi awal, lanjut Atapary, total pemangkasan yang diperkirakan akan dialami Maluku — baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, maupun instansi vertikal — mencapai sekitar Rp3 triliun dari total dana transfer pusat yang sebelumnya berada di kisaran Rp20 triliun per tahun.
Ia menyoroti bahwa sektor infrastruktur menjadi salah satu yang paling terdampak. Padahal, proyek-proyek infrastruktur selama ini menyerap banyak tenaga kerja melalui program padat karya.
“Jika anggaran infrastruktur ditekan, otomatis kesempatan kerja berkurang. Ini bisa memicu kenaikan angka pengangguran dan memperburuk tingkat kemiskinan di Maluku,” jelasnya.
Dialog publik ini akan menghadirkan berbagai narasumber, di antaranya Kepala Bappeda Provinsi Maluku yang akan memaparkan kondisi ruang fiskal daerah, perwakilan Bank Indonesia untuk membahas dampak terhadap sektor riil dan UMKM, serta akademisi dan sosiolog untuk menelaah konsekuensi sosial dan budaya dari kebijakan tersebut.
Anggota DPR RI dari Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan, Mercy Chriesty Barends, juga dijadwalkan hadir untuk memberikan pandangan dari sisi kebijakan nasional.
“Kami tidak menolak realitas efisiensi. Namun, kita tidak boleh berpasrah. Harus ada langkah bersama agar pelayanan publik tetap berjalan, ekonomi tetap tumbuh, dan stabilitas sosial tetap terjaga,” tegas Atapary.
Sekretaris panitia, Amin Buton, menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran bukan hanya berdampak pada struktur fiskal, melainkan juga menyentuh kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, terutama dalam hal pelayanan dasar.
“Kalau daya beli menurun, sementara bunga bank naik karena tekanan moneter, maka pelaku UMKM akan kesulitan mengakses kredit produktif. Ini bisa menekan pertumbuhan usaha dan mempersempit lapangan kerja,” kata Amin.
Ia menambahkan bahwa penurunan konsumsi dan distribusi juga dapat berdampak pada penerimaan pajak daerah. Akibatnya, pendapatan asli daerah ikut terdampak dan ruang fiskal untuk pembangunan makin terbatas.
Amin secara khusus menyoroti potensi penurunan kualitas layanan dasar di sektor pendidikan dan kesehatan.
“Kualitas pendidikan kita masih rendah, dan angka harapan hidup Maluku termasuk yang terendah di Indonesia. Jika anggaran dua sektor ini ikut terpangkas, maka akan berdampak panjang pada pembangunan manusia,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan DPD PDIP Maluku sekaligus Ketua Seksi Acara, Nancy Purmiasa, menjelaskan bahwa dialog ini akan dirancang inklusif dan representatif.
“Kami tidak ingin ini jadi agenda elitis. Justru sebaliknya, dialog ini adalah wadah untuk menyerap suara masyarakat secara luas,” ujar Nancy.
DPD PDIP Maluku mengundang berbagai elemen, termasuk akademisi, tokoh agama, pemuda, perempuan, pelaku UMKM, organisasi kemasyarakatan, dan media. Nancy menegaskan bahwa keterlibatan media sangat penting karena pers menjadi jembatan utama penyampai aspirasi publik.(TM-02)