Ambon, TM.- Penyidik Polres Buru Selatan, tengah mendalami kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan obat untuk Puskesmas di bawah Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kabupaten Buru Selatan pada tahun anggaran 2022.
Proyek ini didanai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan nilai pagu mencapai Rp4.578.582.137 berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) dan Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA).
Kapolres Buru Selatan, AKBP Andi Paringotan Lorena dalam keterangan pers yang diterima timesmaluku.com, Kamis (12/6/2025) mengatakan pekerjaan tersebut kemudian dikontrakkan kepada PT Maju Makmur Putra dengan nilai kontrak sebesar Rp4.576.380.300, sesuai surat perjanjian kerja tertanggal 3 Juni 2022.
“Namun, dalam pelaksanaannya, proyek tersebut diduga sarat penyimpangan dan tidak sesuai prosedur pengadaan barang dan jasa pemerintah. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp1.594.422.460,15,” sebut Kapolres.
Polres Buru Selatan, telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka masing-masing Harun Pattah, seorang Pegawai Negeri Sipil yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Harun diduga menyalahgunakan wewenang dengan menetapkan metode penunjukan langsung yang tidak sesuai prosedur, menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dengan data tidak dapat dipertanggungjawabkan (mark-up), dan melakukan pembayaran atas beban APBN sebelum barang diterima.
Harun juga ditengarai memilih penyedia secara sepihak tanpa melibatkan pejabat pengadaan sesuai ketentuan. Tersangka kedua, adalah Romy Kriska Putra, Direktur PT Maju Makmur Putra, penyedia yang menerima kontrak pengadaan.
Sementara pelaksana pekerjaan, Apt Irmin, juga ditetapkan sebagai tersangka karena tidak melaksanakan pekerjaan sesuai volume dan kualitas yang ditentukan.
Irmin diketahui mengirimkan barang dalam beberapa tahap mulai Agustus 2022 hingga Maret 2023, meskipun serah terima pekerjaan dilakukan pada Agustus 2022 dengan dokumen yang menyatakan barang telah lengkap.
Lebih jauh, kata Kapolres, penyidik menemukan sejumlah item obat tidak dibelanjakan, serta harga pembelian obat tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET). Invoice yang digunakan untuk pencairan dana juga diduga palsu dan disesuaikan dengan harga dalam kontrak.
Perbuatan para tersangka melanggar berbagai ketentuan, termasuk Perpres Nomor 16 Tahun 2018 jo Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, serta Permenkes Nomor 5 Tahun 2019 tentang Perencanaan dan Pengadaan Obat.
“Penyidikan terus berlanjut untuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain serta upaya pengembalian kerugian negara,” kata Kapolres.